12.

105K 8.8K 85
                                    

Entah kenapa, dari hari jum'at kemarin sampai hari selasa ini, rasanya lamaaa banget.

Kalian ngerasa gitu ga?

Coba di vote dulu, abis itu baru baca heheh 👇

Happy tuesday!!!

***

Aku tidak percaya.

Mulutku tidak bisa di tutup ketika Geralt baru saja mengumumkan kalau ia akan menikah dengan Mitha. Rasanya seperti ada batu yang menyangga di kedua rahangku.

Paramitha? Bagaimana bisa?

Aku melirik Thea yang sedang menatap kosong ke arah jendela. Ia memang tampak biasa saja, namun aku tahu jika sebetulnya Thea tidak baik-baik saja. Biar bagaimanapun, Usahanya gagal.

Usaha mendekati Geralt, usaha mendapatkan hak waris ayahnya yang sudah ia perjuangkan selama kurang lebih enam bulan ini luntur begtu saja. Dan Thea bukan orang yang akan menyerah begitu saja ketika usahanya di gagalkan seseorang.

Aku khawatir.

Khawatir kepada kejiwaan Thea, juga kepada Mitha. Terakhir kali aku melihat usaha Thea gagal adalah, sepuluh tahun yang lalu, ketika posisi peringkat pertama di sekolahnya di geser oleh seseorang.

Dan tahu apa yang Thea lakukan keesokan harinya? Dia mematahkan tangan kanan orang itu. Thea yang kala itu masih anak-anak, bahkan bisa melakukan hal seperti itu.

Lantas bagaimana sekarang? Dan si kecil Mitha?

Aku bergidik ketika membayangkan, apa yang akan terjadi kepada Mitha.

Ya tuhan, Apa yang ada di fikiran Geralt?!

Thea menghentak kakinya, berbalik, kemudian ia berjalan anggun menaiki tangga setengah memutar milik kakekku dan menghilang di ujung sana.

"Thea," panggil bibi Anaka, kemudian ia menyusul anak perempuannya itu ke atas.

Aku menghela nafasku. Ini menjadi sangat rumit. Aku tidak mengerti dan tidak tahu harus melakukan apa agar keadaan tidak semakin runyam.

Eleanor Nitidisastra. Nenekku yang baru saja kemarin malam kembali dari Belanda, mendekat ke arah Mitha dan memeluknya sayang. Begitu pula bibi Cathrine, ia dengan pongahnya memuji anak semata wayangnya, yang bahkan tahun ini umurnya belum genap sembilan belas tahun.

Ada apa dengan keluarga ini?

Aku melirik ke arah Roselin. Ia juga tampak sedikit kaku. Kepalanya ia tundukan dalam-dalam, ia tampak kosong. persis seperti apa yang kulihat di diri Thea tadi.

"Rose," panggilku seraya mengusap bahunya.

Ia mendongak ke arahku, kemudian berusaha tersenyum dan mengusap tanganku yang berada di bahunya.

"Apa mereka masih lama? Geralt dan ayah-ayah kita?" Tanya Roselin, sembari melihat ke arah pintu kayu besar, dimana dulunya adalah tempat kerja kakekku.

Suaranya sedikit bergetar, tapi ia berusaha keras untuk menutupinya. Dan aku sama sekali tidak mau mendesakknya untuk mengaku, kalau ia tidak mau. Mungkin nanti, saat waktunya tepat ia akan bercerita.

MalfeliĉaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang