Sam mengusap rambut Dyba yang saat ini tengah tertidur di pangkuannya. Nafas wanita itu terasa hangat saat berada di lehernya. Sebelum mereka menaiki pesawat, ada drama dulu dari Dyba yang merengek tidak ingin pulang ke Indonesia karena katanya di Korea lebih seru.
Flashback on ....
"Sayang?" panggil Sam ke Dyba.
Dyba berdecak, ia menghentakkan kakinya dengan keras hingga membuat Sam langsung berlari ke arah wanita itu. "Heh, nanti adeknya brojol gak lucu, Dy!"
Dyba memukul dada Sam. "Aku masih mau di sini!"
"Terus aku kira aku bakalan ngasih? Jelas tidak!"
Bibir Dyba mengerucut. "Ih! Aku sama adek masih pengen di sini Sam! Nanti kalau adek ileran gimana? Kamu mau punya anak yang ileran?"
Sam menyentil bibir itu dengan pelan. "Mulutnya kalau ngomong minta di cipok."
"Habisnya kamu gak mau nurutin!"
Sam menghadapi nafas kasar, matanya menyoroti tubuh Dyba dari bawah sampai atas dan terhenti di mata Dyba. Tangannya ia letakkan di kedua lengan wanitanya dan ia tersenyum manis. "Sayang ... inget tujuan kita ke sini kan? Aku cuma mau nurutin ngidamnya kamu ngemil es batu."
"Ya tapi kan-"
"Aku belum selesai ngomong, Adyba."
Dyba terdiam, kalau Sam sudah memanggil namanya dengan 'Adyba' jelas kalau lelaki itu kesal kepadanya. Senyum manis di wajah Sam berbanding terbalik dengan apa yang ada di pikiran lelaki itu. Bukan tanpa sebab, delapan tahun lebih bersama Sam membuat Dyba paham sorot mata yang dikeluarkan lelaki itu.
"Aku juga punya kerjaan di kantor. Kantor udah seratus persen tanggung jawab aku. Papa udah mutusin untuk pensiun dan bang Agam udah megang cabang lain di luar. Bukan aku gak mau nurutin kamu, sumpah aku mau nurutin, tapi aku udah punya tanggung jawab lain di kantor. Aku tau kamu suka banget sama Korea dan Prancis, tapi kamu gak bisa maksa kita untuk terus tinggal di negara orang. Kamu harus bisa ngertiin, sekarang Sam nya Dy bukan cuma cowok berandal yang kerjaan tawuran. Sekarang Sam nya Dy bukan cowok pecicilan yang bisanya cuma untuk ngehajar orang. Tapi, sekarang Sam nya Dy itu udah jadi seorang pimpinan yang bertanggung jawab atas kehidupan beratus-ratus orang."
Dyba tertegun, matanya menelisik ke dalam mata Sam, di sana tergambar kelelahan. Air mata Dyba mengalir. "Aku terlalu maksain kamu nurutin semua kemauan aku ya?"
Sam tersenyum tipis, ia mengusap air mata di pipi Dyba. "Bahagiain kamu itu udah kewajiban aku, aku gak merasa terbebani sama sekali. Tapi, kewajiban seorang suami bukan cuma untuk ngebahagiain istri kan? Memang itu poin utama, tapi kalau tanggung jawab sebagai pencari upah gak dijalanin, gimana mau ngebahagiain istri?"
Dyba menunduk, ia meremas kaus biru yang saat ini tengah dipakainya. "Aku egois ya Sam jadi istri karena gak ngertiin kamu?"
Jari telunjuk Sam terulur untuk mengangkat dagu Dyba. "Jangan nunduk, mahkotanya nanti jatuh." Kemudian tangan Sam menangkup pipi Dyba. "Gak boleh bilang diri kamu egois, kamu gak egois."
"Tapi, aku selama ini minta yang aneh-aneh sama kamu. Aku gak pernah ngertiin kalau selama ini kamu tuh lelah. Aku gak pernah ngerti kalau selama ini ternyata kamu capek, tapi kamu tetap mau nurutin kemauan aku. Jam satu pagi aku minta cariin rujak, padahal jam tujuh pagi kamu harus sampai di kantor untuk meeting. Aku terlalu egois sama kamu Sam, gak pernah ngertiin kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...