82

13.4K 1.3K 237
                                    

"Buna, sakit banget ya perutnya? Abang telpon yayah aja ya biar yayah pulang?"

Dyba menggeleng. "Enggak sayang, buna gak kenapa-kenapa. Ini paling cuma kontraksi ringan kayak kemarin-kemarin."

Ya, sudah dua kali Dyba dan Sam dibuat panik oleh anak kedua mereka yang masih di dalam perut itu. Yang pertama pada saat usia kandungan Dyba berumur delapan bulan lebih sedikit. Yang kedua terjadi tiga hari yang lalu. Sam dan Dyba sudah dibuat panik sampai sudah sampai rumah sakit, ternyata saat Dyba sudah dibaringkan di ranjang pasien rumah sakit kontraksi itu menghilang dan dokter cek ternyata belum ada tanda-tanda akan melahirkan.

"Dedek kamu suka nge-prank yayah sama buna nih."

Rion terkekeh kecil, tangannya mengelus-elus perut Dyba yang terlihat begitu besar. "Buna, dedeknya benelan satu di dalem? Kok besal pelut buna ya?"

Dyba ikut mengelus perutnya. "Iya, USG tiga kali sendiri dia di dalem. Abang dulu juga gede sih, tapi gak segede gini."

Rion menatap takjub perut Dyba. "Belalti dulu abang hidup di dalem pelut buna gitu ya? Wah, kelen. Besok abang kalau dah gede mau gitu juga deh."

Mata Dyba membulat, ia mencubit pipi Rion. "Yang bisa hamil cuma cewek. Jadi, istri kamu nanti yang hamil, kalau tugas kamu ngehamilin."

"Gimana calanya buna?"

"Masih kecil, ndak boleh tau dulu!"

Rion menyengir. "Tapi, kata yayah abang dah gede. Bulung abang yang dah gede."

Mendengar itu rasanya Dyba ingin menjambaki rambut Sam sampai rambut lelaki itu botak. Entah sudah apa saja yang diajarkan lelaki itu kepada putra polosnya.

"Yayah ngajarin apa aja sama abang?"

"Yayah? Yayah ngajalin matematika, ilmu pengetahuan, sama ngajalin ngaji."

Alis Dyba terangkat. "Itu aja? Tentang burung-burungan yayah gak ada ngajarin?"

"Oh, kalau tentang bulung yayah cuma ngajalin abang cala main sama bulung abang."

"Main burung? Maksudnya gimana abang?"

Melihat tatapan Dyba yang berbeda membuat Rion langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Jangan mikil macem-macem buna, yayah ngajalin supaya bulungnya belsih telus gitu."

Dyba menghela nafas lega. "Buna takut otak kamu kotor gara-gara ayah kamu sendiri," bisik Dyba menatap Rion yang tengah mengecup-ecup perutnya.

"Dedek, ayo kelual. Nanti abang beliin es klim yang banyak."

Oke, sepertinya satu orang lagi akan terkena virus Bella lagi. Bahkan, sebelum lahir sudah terinfeksi virus Bella sepertinya, karena Sam sejak usia kandungan Dyba enam bulan suka nyemilin es batu.

"Awww ...."

"Buna, kenapa?"

Dyba meringis, ia memegangi perutnya. Ini masih tanggal enam Desember, perkiraan dokter Suci lahir anaknya tanggal sepuluh atau sebelah.

Dyba meremas tangan Rion. "Abang, sakit ...."

Rion panik, ia mengelap keringat yang menetes di dahi Dyba. "Bental, buna tunggu bental abang panggilin mbak Ana. Tunggu, sebental aja buna."

Setelah mengucapkan itu Rion dengan cepatnya berlari memanggil mbak Ana.

Dyba memegangi perutnya. "Bentar dedek, kamu nge-prank buna lagi atau gimana ini?"

"Dy!"

Dyba menoleh, air matanya merembes waktu melihat Sam yang berjalan ke arahnya dengan nafas yang memburu. Sam mengangkat Dyba ke gendongannya. "Sebentar sayang, jangan nangis."

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang