"Dy," bisik Sam di telinga Dyba.
Dyba mengelus kepala Rion yang menempel di dadanya, sepertinya jagoannya itu terusik karena suara dan gerakan Sam. Masih jam setengah tiga pagi sebenarnya, tetapi mereka harus terbangun karena jagoan kecilnya yang tiba-tiba menangis.
Sam menyenderkan kepalanya di bahu Dyba, mendekatkan bibirnya ke telinga Dyba. "Embul gak mau dibuatin adek?"
"Kamu gak inget kalau embul sakit gini manjanya minta ampun? Gimana lagi kalau misalnya embul sakit, terus tiba-tiba adeknya nangis, jadinya gimana?"
Sam menghembuskan nafasnya di leher Dyba. "Iya juga sih."
Tangan Dyba sebelah kanan mengelus kepala Sam. "Nanti ada waktunya kok, aku pasti bakalan lepas KB Sam, tapi gak sekarang, belum siap."
Sam mengangguk, kepalanya ia tenggelamkan di leher Dyba. "Ngantuk, mau bobok."
"Bobok aja, aku elusin."
Tangan Dyba dua-duanya bergerak, yang satu mengelus punggung Rion dan yang satunya mengelus rambut Sam. Ah rasanya seperti ini saja ia sudah memiliki dua bayi, yang dua-duanya bahkan suka menyusu.
"Na, mik." Suara serak milik Rion itu membuat Dyba terenyuh, ia membuka kaosnya dan menurunkan bra nya. Mulut hangat Rion langsung terasa saat bocah kecil itu menyesap dadanya.
"Stt, bobok sayangnya bunda. Jangan sampai sakit dong, nanti gak ada lagi yang gangguin ayah kamu."
Sam mengigit telinga Dyba. "Aku masih bangun sayang. Mau mik juga yang."
Dyba menghela nafasnya panjang. "Biarin dulu anaknya minum ih."
Sam menarik-narik baju Dyba yang sebelah kanan. "Dy, punya kamu kan dua, jadi harus adil."
Dyba berdecak, ia dengan terpaksa mengangguk. Sam yang melihat itu langsung menjauhkan kepalanya dari leher Dyba, ia dengan cepat menurunkan baju dan bra Dyba. Tangannya melingkar di atas punggung Rion yang tengkurap di atas Dyba, bibirnya juga langsung menyesap bulatan itu.
"Ngelahirin satu bayi tapi yang nyusu dua bayi."
***
"Naa ...."
Dyba menoleh kaget ke belakang, tangan yang tadi baru saja memotong sayuran langsung ia cuci. Dyba melepas celemek yang melekat di tubuhnya, berjalan cepat ke arah putranya dan langsung menggendong bocah kecil yang sebentar lagi akan menginjak dua tahun.
Nafas hangat Rion langsung terasa di lehernya saat wajah mungil jagoannya itu tenggelam di lehernya. Dyba mengelus punggung Rion. "Kenapa sayang kok kebangun?"
"Pucing na."
"Mau mik?"
Rion menggeleng, tangannya melingkar di leher Dyba. "Au yayah."
"Ya udah kita telpon ayah."
Dyba duduk di sofa, tangannya membuka ponselnya dan menelpon Sam. Dyba berdecak, di mana suaminya itu?
"Naa, pucing." Kemudian tangisan Rion terdengar.
Dyba meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja, kesal karena suaminya itu entah ke mana di saat dibutuhkan seperti ini.
Dyba berdiri, mengayun-ayunkan tubuh Rion yang ada di gendongannya. "Husstt, sayangnya bunda." Dyba mengecek dahi Rion dan seketika matanya membulat, tambah panas.
"Mbak Ana!" teriak Dyba.
"Iya non?"
"Suruh pak Hadi siapin mobil, saya mau ke rumah sakit, Rion tambah panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...