10

16.9K 1.2K 134
                                    

Double up deh, biar kalau ada yang nangis sekalian aja nangisnya.

***

"Aku hamil, ya?"

Pertanyaan itu seperti petir yang menyambar hati Sam. Air matanya langsung turun begitu saja mendengar itu.

"Sam, gimana? Iya? Berarti kita bakalan punya anak?"

Sam memeluk tubuh Dyba. Air matanya tidak bisa diajak kerja sama. Melihat binar kebahagian di mata Dyba saat wanita itu berkata hamil membuat hati Sam berdesir.

"Sam, jawab dong. Aku tadi jatuh adek gak kenapa-napa kan?"

Mendengar Sam yang hanya diam saja di pelukannya, membuat Dyba mengalihkan tatapannya ke para orang tua yang ada di sana. "Bunda, Ayah, Papa, Mama, bentar lagi bakalan punya cucu!"

"Dy."

Dyba hanya bergumam menjawab panggilan Sam itu. Ia sibuk memikirkan bagaimana saat ia nanti menjadi seorang ibu, apakah akan baik atau tidak? Ia sudah membayangkan kalau nanti anaknya perempuan ia akan menguncir rambut itu dengan banyak kunciran.

"Dy, adek udah tenang di sana."

Tubuh Dyba membeku, tetapi sedetik kemudian ia menepuk punggung Sam dengan santai. "Iya, adek tenang di rahim aku kan?"

"Adek udah kembali sama Allah, Dy."

"Kamu tuh bohong aja deh. Adek tuh pasti kuat kayak ayah sama bundanya."

Sam mengangkat kepalanya dari bahu Dyba, ia menangkup pipi itu. Sam mengunci mata biru itu. "Adek udah sama Allah lagi, sayang. Allah lebih sayang sama adek makannya adek diambil lagi."

Nafas Dyba tercekat, ia menyelami bola mata Sam dan tubuhnya menegang saat melihat tidak ada tanda-tanda kebohongan di mata itu. "Kamu bercanda kan? Itu gak mungkin, Sam!"

Sam mengeratkan pelukannya saat tubuh itu memberontak dalam pelukannya.

"Sam, kamu bohong kan?!" Dyba menepuk-nepuk dengan keras punggung Sam. Tubuhnya menggeliat di pelukan Sam.

"Gak mungkin! Adek pasti sayang sama ayah bundanya! Gak mungkin adek ninggalin kita, Sam!"

Semua yang ada di ruangan itu terisak pilu mendengar teriakan Dyba itu. Sam tambah mengeratkan pelukannya, ia mengecup berulang kali kening istrinya.

"Dy, udah."

Dyba tetep memberontak di pelukan Sam dan akhirnya Sam melepaskan pelukan itu. Dyba menatap Sam dengan tidak percaya. "Sam, jujur, adek masih di sini kan?"

Para orang tua yang melihat itu memutuskan untuk keluar dari ruangan Dyba. Mereka juga tidak bisa melihat Dyba yang seperti itu. Rasanya tidak tega.

Sam memajukan kepalanya, ia menempelkan dahinya dengan dahi Dyba. Sam mengunci tatapan itu. "Sayang, dengerin aku. Allah lebih sayang sama adek. Jadi, ikhlasin adek. Aku tau ini berat dan susah banget, tapi kita harus nerima ini. Adek nanti sedih liat ayah bundanya nangis."

Air mata Dyba merembes dengan deras. "Tapi, kenapa adek pergi sebelum kita tau keberadaannya? Kenapa adek tega?!"

Sam memejamkan matanya, pilu rasanya saat melihat air mata Dyba yang mengalir dengan deras itu. "Sayang, ini cobaan untuk kita. Allah pengen kita belajar lebih lagi untuk nerima takdir. Allah pengen supaya kita belajar dulu untuk jadi orang tua."

"Tapi, kenapa Allah ngambil bahkan di saat kita belum tau kalau ada nyawa di rahim aku? Aku bahkan belum ada ngerasain tanda-tanda itu, tapi Allah nyabut gitu aja. Aku gak bisa, Sam."

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang