Sam mengelus-elus pipi Dyba. Wanita di depannya ini masih tertidur pulas dengan wajahnya yang tepat di depan wajah Sam. Sam mencubit gemas hidung Dyba, ia yakin kalau anaknya nanti perempuan pasti cantik seperti wanita di depannya ini.
Sudah dua bulan mereka menikah dan entah kenapa seminggu belakangan Dyba meminta yang aneh-aneh. Sam berpikir, apakah ia akan memiliki buah hati karena perilaku Dyba yang aneh? Tetapi, saat ingin membicarakan itu kepada Dyba, Dyba pasti selalu mengelak. Sebenarnya benar sih alasan Dyba, mereka baru dua bulan menikah dan kemungkinan memiliki buah hati itu sedikit, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Sam pernah meminta agar istrinya itu memeriksa kehamilan dengan test pack dan Dyba menolak itu mentah-mentah, Dyba takut hasilnya tidak sesuai perkiraan.
Sam menatap wajah di depannya ini lagi, pikirannya masih berkecamuk. Ia ingin meminta Dyba untuk memeriksakan kehamilan lagi, tetapi ia juga tidak ingin memaksa istrinya itu. Sam menghela nafas kasar, kalau memang satu minggu ke depan lagi Dyba masih meminta yang aneh-aneh Sam benar-benar akan memaksa istrinya itu.
"Dyba, sayang." Sam menepuk-nepuk pelan pipi itu. Adzan subuh sudah berkumandang beberapa menit lalu dan wanita ini masih saja memeluk erat tubuhnya.
"Honey, bangun atuh." Sam mencubiti pipi, hidung, bahkan bibir wanita itu ia kerucutkan dan itu belum membuahkan hasil agar istrinya bangun.
"Perlu kita olahraga pagi dulu baru kamu bangun?"
Dyba mengerang, ia malah menyusupkan wajahnya di leher Sam. Sam terkekeh, ia mengecup pucuk kepala Dyba. "Kebo bangun, udah jadi istri masih mageran terus."
Dyba mendesah kesal, ia mengigit leher Sam. "Jahat banget istri sendiri dibilang kebo."
"Suara kamu seksi deh kalau bangun tidur."
Dyba menjauhkan kepalanya, ia menatap Sam dengan mata yang masih menyipit. Dyba mengucek matanya sebentar. "Kamu aja yang mesuman."
Sam tersenyum, sebelum bangun ia mencuri satu kecupan di dahi dan bibir istrinya. "Good morning, cepet bangun habis itu kita shalat."
Dyba merenggangkan tubuhnya, tetapi kemudian matanya kembali tertutup. "Masih ngantuk aku, Sam!"
Sam menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menarik tangan Dyba. "Bangun, shalat gak bisa ditunda."
"Iya, kamu wudhu duluan aja." Dyba mengucek matanya lagi sambil duduk di atas ranjang. Ia membenarkan bajunya yang sedikit tersingkap gara-gara ulah Sam semalam. Untung pagi ini ia tidak perlu mandi keramas karena semalam Sam tidak berbuat lebih selain mencium saja.
"Cepet sana, aku tunggu di mushola. Jangan tidur lagi ya, sayang."
Dyba hanya mengangguk, ia berdiri dengan mata yang masih menyipit. Ketika air keran keluar dan terkena kakinya mata Dyba terbuka, dinginnya seperti menembus sampai tulang. Mata Dyba sudah melek sempurna saat wudhunya sudah selesai. Dyba berjalan ke mushola yang tidak jauh dari kamarnya. Memang disediakan mushola di dalam rumah untuk keluarga kecil itu beribadah.
Dyba membuka pintu mushola dengan pelan, telinga Dyba disuguhkan dengan suara Sam yang tengah membaca Al-Qur'an. Dyba tersenyum saat mendengar suara serak-serak itu membacakan ayat suci. Sam menghentikan bacaannya saat mendengar pintu mushola yang tertutup. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Dyba yang tengah memakai mukena di belakangnya.
Sam meletakkan Al-Qur'an itu di meja yang ada di samping, ia tersenyum sambil menatap Dyba yang sudah memakai mukenanya lengkap. "Udah kan?"
Dyba mengangguk. Sam memulai shalatnya dan mereka berdua mulai menjalankan shalat subuh itu dengan khusyuk. Beberapa menit sudah terlewati dan akhirnya mereka sudah siap. Tubuh Dyba membeku saat mendengar sebuah doa Sam, Sam ingin mereka cepat diberi momongan. Dyba menatap punggung di depannya ini, ia juga ingin tetapi untuk memeriksanya Dyba belum berani. Ia takut hasil yang akan di dapatkan tidak sesuai dengan perkiraan mereka berdua. Sebenarnya ada sesuatu yang janggal, setelah menikah dengan Sam Dyba belum mendapatkan tamu bulanannya. Tetapi, Dyba berpikir bahwa itu mungkin gara-gara aktivitas yang setelah menikah menjadi berbeda dan akhirnya membuatnya sedikit kelelahan.
Dyba mengambil tangan Sam dan menyalaminya dengan hormat. Dyba menatap Sam, tetapi bibirnya masih mencium punggung itu. "Aku minta maaf belum bisa kasih yang kamu minta."
Senyum yang tadi terbit di bibir Sam menjadi sirna seketika setelah mendengar perkataan Dyba. Sam menurunkan tangannya dari bibir Dyba, ia menangkup pipi Dyba. "Hei, gak papa."
Mata Dyba berkaca-kaca. "Maaf, apa perlu kita coba untuk tes?"
Sam menggeleng, ia mengecup dahi Dyba. "Gak perlu kalau kamu belum ada ngerasa apapun. Nanti kalau hasilnya gak sesuai sama perkiraan kita itu nanti juga bisa buat kepikiran terus, aku gak mau. Kamu belum ada ngerasa mual, kan?"
Dyba menggeleng. "Maaf, Sam."
"Gak papa, sayang. Aku tadi kan berdoa, minta sama Allah supaya kita bisa dikasih momongan. Dan itu berarti kita juga harus usaha lagi, Allah gak bakalan ngasih kalau kita cuma berdoa aja gak ada usaha."
Dyba mengusap air mata yang ada di pipinya dengan kasar. "Aku janji, kalau misalnya di tiga bulan pernikahan kita belum di kasih momongan, aku bakalan ke dokter. Aku bakalan konsultasi apa ada yang salah atau gimana."
Sam tersenyum tipis. "Terserah kamu kalau itu buat kamu nyaman." Tetapi, kemudian senyum tipis itu berubah menjadi seringai mesumnya. "Kan kita dah berdoa, sekarang saatnya kita usaha!"
Tubuh Dyba memekik saat Sam menggendongnya begitu saja. Mukena di tubuhnya masih lengkap dan peci Sam juga masih terpasang di kepala suaminya itu.
Dyba memukul dada Sam. "Dasar Sam mesum! Suami gak ada akhlak kamu tuh!"
***
Dyba mengetuk-etuk dagunya, ia gabut di rumah begini terus. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa sakit di sofa. Tadi pagi Sam benar-benar berusaha dan itu membuat tubuhnya serasa remuk. Yang namanya Samudera itu mesuman, jadi tidak akan cukup bermain sekali saja.
Dyba mendesah kesal, ia sedari tadi hanya men-scroll instagram, menonton YouTube dan sesekali berpindah ke Netflix, tetapi ada satu aplikasi lagi yang tidak lupa ia digunakan, aplikasi sejuta umat khusunya para kaum hawa, dunia orange.
"Apa gue ke kantor Sam aja sekalian bawain makan siang, ya?" Ide itu terlintas begitu saja di pikirannya. Dyba mengangguk-anggukkan kepalanya mungkin itu ide brilian. Dyba mulai ke dapur, membuka kulkas dan melihat-lihat bahan apa saja yang ada di dalam. Ia sepertinya akan memasak ayam sambal ijo, tumis kangkung, dan telur orak-arik, untuk dessert-nya ia akan membuat puding mangga.
Tangan Dyba dengan cekatan mulai bermain dengan alat-alat masak. Rambut yang di cepol, menggunakan kaos kedodoran, dan celana hotpants itu membuat tubuh wanita itu terlihat semakin seksi. Sesekali Dyba mengusap peluh yang keluar di dahinya.
Dyba tersenyum, 45 menit ia di dapur sudah terlewati. Masakannya sudah siap semua tinggal ia masukkan ke kotak bekal dan diantar ke kantor Sam. Dyba mulai menata kotak bekal itu dan dimasukkan ke dalam paperbag.
Dyba naik ke atas, ia akan mengganti bajunya, tidak mungkin ia ke kantor Sam dengan kaus yang kucel seperti ini. Dyba melihat dinding kamarnya, sudah jam 11.45 dan berarti jam makan siang tinggal 15 menit lagi. Ia dengan cepat mengambil dress selutut berwarna biru langit dan sling bag berwarna putih.
Dyba menuruni tangga dengan cepat, ia sambil memainkan ponselnya untuk menghubungi suaminya. Takutnya Sam nanti sudah keluar untuk membeli makanan. Dengan cerobohnya di anak tangga terakhir Dyba tersandung kakinya sendiri. Dyba memekik saat tubuhnya jatuh. Seketika perutnya terasa perih dan ia merasakan cairan yang mengalir di kakinya. Mata Dyba terbelalak, itu darah.
"Pak Hadi! Pak Hadi! Tolongin saya, Pak!" Dengan sekuat tenaga Dyba berteriak. Perutnya rasanya sudah tidak bisa diungkapkan lagi. Darah di kakinya juga semakin banyak keluar. Tubuh Dyba sudah tidak bisa diajak kompromi, sebelum mata itu tertutup Dyba bisa melihat bahwa pak Hadi berlari dengan kencang ke arahnya.
***
Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁'◡'❁)Jangan lupa vote and comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku ♡♡16 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...