"Dy." Dyba membalikkan tubuhnya, ia tersenyum saat melihat mertuanya berjalan ke arahnya.
"Kenapa ma?"
"Kamu sama Sam kenapa?"
Dyba menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Ia menyenderkan tubuhnya di pembatas balkon. "Dy sama Sam cuma ada problem sedikit aja kok, gak kenapa-kenapa."
Nita menghela nafasnya, ia duduk di kursi yang ada di balkon kamar Sam. "Mama tau hubungan kamu sama Sam bukan sebulan dua bulan, mama tau hubungan kalian bahkan dari awal sampai sekarang. Mama juga tau anak mama itu gimana. Kamu gak mau cerita?"
"Bukan Dy gak mau cerita sama mama, tapi Dy rasa ini masalah rumah tangga Dy sama Sam. Dy gak mau kalau Dy cerita mama bakalan kepikiran terus. Dy sama Sam masih bisa nanganin sendiri kok. Kalau Dy udah gak kuat, pasti Dy cerita sama mama," ucap Dyba sambil menatap lembut Nita.
Nita menganggukkan kepalanya, ia paham maksud menantunya itu. Nita merentangkan tangannya kode supaya Dyba memeluknya dan Dyba langsung menyambutnya dengan lembut.
"Kalau kamu mau cerita, cerita aja sayang, mama selalu di sini. Walaupun Sam anak mama, tapi kalau dia salah mama gak bakalan bela dia. Hubungan kalian yang udah lama pasti bisa ngerti satu sama lain, jangan gampang termakan omongan orang lain atau percaya sama sesuatu yang belum ada buktinya. Kalian udah sama-sama dewasa, dan mama gak mau denger ada kata perceraian dari kalian berdua. Kalau memang ada masalah besar, sebaiknya diomongin secara kekeluargaan dulu. Memang jalan rumah tangga gak bakalan selalu mulus, pasti banyak banget yang mau ngehancurin sebuah keluarga. Apalagi kayak kamu sama Sam, pasti banyak yang suka di luaran sama dan mau ngehancurin hubungan kalian. Yang pasti kalian berdua harus saling percaya, mengerti keadaan satu sama lain, dan ya selalu dalam aamiin yang sama."
Dyba menahan air matanya yang akan turun. Perkataan Nita benar-benar masuk ke dalam hatinya. Ia menormalkan nafasnya, ia harus bisa menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh.
"Gak usah dipendem kalau mau nangis. Nangis-nangis aja, kamu nangis bukan berarti kamu cengeng kok." Runtuh sudah pertahanan Dyba. Air matanya sedikit demi sedikit turun membasahi pipinya.
"Mama cuma mau bilang, mama tau anak mama itu kayak mana. Mama tau seberapa sayangnya dia sama kamu. Dia selalu nanyain kamu waktu dia kuliah di sana, Dy. Dia selalu bilang gini sama mama, 'Ma, calon istri Sam lagi ngapain ya kok gak ngangkat telpon Sam? Perasaan Sam sama Dy gak main-main, Ma, Sam takut Dy bakalan berpaling dari Sam kalau Sam gak selalu ada di sampingnya. Sam kemarin sempat mau cepetin kuliah, tapi ternyata nilai Sam kurang, jadi terpaksa harus lulus kayak biasa. Ma, selalu do'ain Sam sama Dy ya biar bisa membangun rumah tangga di kemudian hari.' Dia selalu ngomong gitu sama mama kalau lagi telponan sama mama. Jadi, kalau mama mikir Sam main di belakang dari kamu, itu kemungkinannya kecil sayang."
Dyba terisak di pelukan Nita mendengar cerita Nita itu. Sebenarnya di lubuk hatinya ia tidak percaya kalau Sam bermain, tetapi bukti itu seakan jelas.
Nita mengurai pelukannya, ia menangkup wajah menantunya dan menatapnya dengan sayang. "Sam sayang banget sama kamu. Siapa pun yang ngeliat binar matanya waktu dia liatin kamu pasti tau seberapa sayangnya dia sama kamu. Mata gak bisa berbohong kan?" tanya Nita dan Dyba mengangguk.
Nita mengelus pipi Dyba. "Nah, makannya itu mungkin ada orang iseng yang mau coba ngehancurin hubungan kalian."
Dyba mengangguk. "Dyba juga udah bertekad kalau memang malam ini Sam belum nemuin bukti tentang itu, Dy bakalan ngomong baik-baik sama Sam."
Nita mencubit pipi Dyba. "Seneng mama dengernya kalau gini."
Dering telpon yang berasal dari dalam kamar membuat keduanya tersentak. Dyba berdiri. "Bentar ya ma mau angkat telpon dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...