Dyba menatap dari atas sampai bawah pakaian yang di kenakan calon sekretaris Sam itu. Masih termasuk sopan, dengan rok span hitam di bawah lutut, kemeja longgar lengan panjang berwarna biru muda, dan rambut yang dibuat ponytail.
"Angelica."
Perempuan yang sedang menunduk di depan Dyba itu langsung mendongak dan menatap Dyba dengan takut. "Iya, Bu, dengan saya."
"Apa benar tujuan kamu mencari pekerjaan untuk membiayai ibu kamu yang terkena kanker? Benar-benar tidak ada alasan lain?"
Angel mengangguk. "Saya jujur, Bu, ibu saya kanker payudara stadium 3, kalau tidak segera di tangani mungkin tidak akan hidup lebih lama. Saya beneran tidak ada alasan lain, Bu."
"Kalau saya minta kamu untuk menunjukkan di mana rumah sakit ibu kamu di rawat apakah kamu mau menunjukkan?"
"Iya, saya mau menunjukkannya. Di rumah sakit Harapan Bangsa."
Dyba mengernyitkan dahinya. Ia kemudian menatap Sam. "Rumah sakit papa, kan?"
"Iya. Telfon aja langsung," jawab Sam.
Dyba mengambil telepon kantor, melihat nomer yang diberikan Sam dan mulai menekan beberapa angka di sana dan langsung terhubung dengan rumah sakit Harapan Bangsa. "Permisi, saya Adyba Bailey Zudianto ingin bertanya."
"Silahkan nyonya Zudianto."
"Apakah di rumah sakit ada seorang perempuan bernama Idastari yang sedang menjalani pengobatan akibat kanker payudara?"
"Sebentar, saya cek datanya dulu nyonya."
Dyba memperhatikan pergerakan perempuan di hadapannya ini selagi menunggu hasil data. Tidak ada tanda-tanda memang perempuan ini yang menujukkan ketertarikan kepada Sam.
"Nyonya maaf membuat anda menunggu. Pasien dengan nama Idastari memang tengah di rawat di kamar anggrek nomer 35 dan memang benar memiliki penyakit kanker payudara stadium 3. Sekarang kondisinya sedang tidak stabil dan perlu penanganan."
Dyba menghela nafas kasar. "Baiklah, terima kasih informasinya. Selamat siang."
Dyba menutup telfon itu. Ia menyenderkan tubuhnya ke meja kerja Sam yang ada di belakangnya dan melipat tangan di dada. "Tatap saya, Angelica."
Angel dengan takut menatap mata biru milik Dyba. "Iya, ada apa, Bu?"
"Kamu boleh menggantikan posisi Zamdi di sini. Tetapi, ingat beberapa hal. Jangan pernah goda suami saya, jangan pernah memakai pakaian ketat, jangan pernah mencoba untuk merebut perhatian suami saya. Saya melakukan ini semua karena ibu kamu. Silahkan keluar."
Angel tersenyum. "Terima kasih, Bu."
"Sama-sama, silahkan keluar. Jangan pernah mencoba untuk mengambil dia dari saya. Saya tidak main-main kalau mengancam. Kamu ambil dia, berarti kamu minta saya kirim kepada Tuhan."
Angel mengangguk dengan cepat. "Baik, terima kasih sekali lagi, Bu. Saya permisi."
Dyba mengangguk dan pandangannya mengikuti Angel yang sudah menutup pintu ruangan Sam. Dyba menghela nafas panjang, ia berjalan memutari meja dan langsung mendudukkan dirinya ke pangkuan Sam. Sam mengusap punggung yang terbalut dress selutut berwarna biru dongker itu.
"Ini udah keputusan kamu ya nyuruh dia kerja di sini."
Dyba mengangguk, ia menghirup aroma dari leher Sam. Tangannya ia lilitkan di leher Sam dan kakinya melingkar di pinggang Sam. "Aku kasian Sam sama dia. Kayaknya juga cewek baik-baik kalau di lihat dari bajunya. Dia pun udah tau kalau kamu punya istri yang kayak aku, jadi kemungkinan besar gak akan goda kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...