09

15.7K 1.2K 83
                                    

Jangan pada nangis ya baca part ini :)
Aku tau readers DySam pasti kuat :)

***

Sam tidak peduli dengan para umpatan orang-orang yang disenggolnya di koridor rumah sakit. Yang ia pikirkan hanya satu, wanitanya. Tadi saat ia akan ke cafe depan kantornya untuk makan siang, telefon pak Hadi seketika membuat tubuhnya terpaku, tangan dan kakinya langsung terasa dingin. Tanpa pikir panjang Sam langsung berlari ke parkiran kantor dan melajukan mobilnya di atas rata-rata.

Sam menghampiri pak Hadi yang ada di depan pintu IGD. Dapat ia lihat baju pak Hadi yang terdapat darah Dyba. "Pak, Dy kenapa?"

"Saya gak tau, Den, tadi saya nemuin Non Dyba udah di bawah tangga. Darahnya juga udah merembes banyak banget."

Sam mengusap wajahnya dengan kasar, pemikiran buruk langsung bersarang di otaknya. Sam menepuk bahu pak Hadi. "Bapak pulang aja, ganti baju. Nanti saya panggilin ada orang cleaning service yang bakalan datang ke rumah."

Pak Hadi mengangguk. "Baik, Den, semoga Non Dyba cepet sembuh dan gak ada apa-apa. Jangan lupa hubungi keluarga."

"Iya, Pak, makasih."

Setelah pak Hadi pergi dari sana Sam mulai membuka ponselnya, mulai menghubungi kedua orang tuanya dan orang tua Dyba. Sam duduk dengan kasar di kursi yang ada di depan IGD, sebenarnya ada apa dengan istrinya itu?

Sam berdiri saat melihat Nia dan Difki sudah sampai saja di rumah sakit. Belum sempat Sam bertanya, Nia dengan paniknya langsung bertanya. "Dyba gimana?"

Sam menggelengkan kepalanya. "Sam juga gak tau, Bun, tapi liat dari darah yang ada di baju pak Hadi Sam takut terjadi apa-apa sama Dy."

Difki merangkul istrinya supaya duduk di kursi. Ia juga menyuruh menantunya itu untuk duduk. "Sam, duduk aja, kita berdoa supaya Dy gak kenapa-napa."

Sam dengan patuh duduk di samping Difki. Sam menatap Difki dari samping. "Kok ayah sama bunda udah sampai di sini aja?"

"Tadi ayah sama bunda lagi mau belanja di mall deket sini, tapi malah dapat telfon kayak gini dari kamu."

Sam menunduk. "Maaf, Yah, Sam gak bisa jagain Dyba."

Difki menepuk-nepuk bahu Sam. "Ini bukan salah kamu. Kamu kan juga tadi lagi kerja jadi gak tau apa yang terjadi. Jangan salahin diri kamu sendiri. Nanti, apapun yang terjadi kamu harus bisa nerima kenyataan."

Sam mengangguk. Ia mendongak saat seorang dokter sudah keluar dari ruang IGD. "Keluarga ibu Adyba?"

Sam langsung berdiri diikuti Difki dan Nita. "Dok, gimana keadaan istri saya?"

Dokter itu menghela nafas kasar. "Mohon maaf kalian harus kehilangan seseorang."

Tubuh Sam menegang, ia menatap dokter perempuan dengan rambut yang sudah memutih itu tidak percaya. "Maksudnya gimana, Dok?"

"Anda boleh ikut saya ke ruangan." Sam mengikuti langkah dokter itu dengan perlahan, pikirannya di penuhi banyak hal. Kehilangan salah satu diantara keduanya? Maksudnya apa?

Sam duduk di kursi depan dokter dengan nametag Suci Niana. Sam menatap bingung saat dokter itu memberikan sebuah kertas kepadanya. "Dok, maksud dokter tadi apa? Terus ini apa?"

Dokter itu menghela nafas panjang, ia menatap Sam dengan sendu. "Ini surat persetujuan. Di surat ini anda berarti ikhlas untuk melepas janin yang ada di kandungan istri anda."

Mata Sam membulat. "Janin? Istri saya hamil?"

Dokter itu mengangguk. "Tetapi, benturan yang terjadi saat terjatuh tadi tidak bisa menyelamatkan janin di kandungannya. Kehamilan yang masih berumur 7 minggu itu belum bisa menerima benturan sekeras itu. Janinnya masih terlalu lemah. Kalau anda tidak setuju dengan keputusan ini, anda bisa kehilangan dua nyawa sekaligus, istri dan anak anda."

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang