54

14.2K 1.2K 100
                                    

"Sam, Rion di mana kok kamu meluk aku gini?"

Sam memejamkan matanya, menghirup wangi tubuh Dyba yang sedang memasak makan malam untuk mereka. "Bobok."

"Di box nya gak?"

Sam mengangguk, tangannya bergerilya di bagian depan tubuh Dyba hingga membuat wanita itu memutar bola matanya malas.

"Gak usah aneh-aneh tangannya! Mendingan kamu ambil Rion terus pindahin ke kamar bawah, takutnya nanti dia nangis gak denger kita."

Sam menghela nafas panjang, ia membuat satu kissmark di leher Dyba sebelum melepas pelukannya. "Anak kamu nangis tuh bisa bangunin satu RT, bisingnya nauzubillah."

"Udah, pindahin sana! Gak tenang aku."

"Iya, iya ibu negara."

Sam membuka pintu kamarnya dengan perlahan, di sana Rion tengah tertidur sambil menghisap jempolnya. Sam menggendong dengan perlahan, menutup pintu kamar dengan hati-hati, dan berjalan ke bawah dengan pelan. Ia kembali membuka pintu kamar bawah dengan hati-hati dan meletakkan Rion di box bayi. Ia memang baru memiliki satu anak, tetapi box bayi jagoannya disediakan dua, satu di kamar utama, satu di kamar bawah.

"Udah? Gak kebangun kan?" tanya Dyba saat melihat Sam sudah memasuki ruang makan. Wanita itu meletakkan lauk pauk yang sudah ia masak di atas meja.

"Enggak, aman banget. Aku kan udah belajar jadi ayah yang baik dan benar jadi gak bakalan kebangun dia."

Dyba menganggukkan kepalanya pasrah. "Iya Sam iya."

Sam duduk di salah satu kursi, ia memperhatikan gerak-gerik Dyba yang gesit saat menyiapkan segala sesuatunya. "Kamu gak capek yang gini terus? Apa kita harus cari tambahan selain mbak Ana biar kamu gak capek?"

Dyba memberhentikan gerakannya, ia menatap Sam dengan alis terangkat. "Capek? Sebenernya ya pasti ada, tapi ini kewajiban aku sebagai istri untuk melayani kamu. Kalau mbak Ana gak baik aja mungkin udah aku pecat, gak papa aku ngurus rumah sendiri."

"No, no, mau gimanapun harus ada mbak Ana yang bantuin kamu. Aku gak mau terjadi apa-apa lagi sama kamu kalau kamu kecapean."

Dyba duduk menyamping di pangkuan Sam. Tangannya ia lingkarkan di leher Sam. "Aku kan cewek kuat."

Sam mengigit hidung Dyba. "Sekuat-kuatnya cewek pasti ada batasnya. Udah, cepet makan, entar si embul bangun kamu gak bisa makan."

Dyba mengangguk, ia berdiri dari pangkuan Sam kemudian menyiapkan nasi untuk Sam. "Pakai sayur gak?"

Sam menggeleng. "Gak. Aku terpaksa makan sayur gara-gara kamu. Tapi, untuk hari ini gak usah makan sayur dulu."

Dyba mengangguk, hanya untuk makan malam kali ini, di waktu lain ia akan memaksa lelaki itu. Sam memang tidak menyukai sayur sejak awal mereka pacaran. Dyba lah yang memaksa agar Sam mau memakannya, dan jelas dengan iming-iming sebuah pelukan.

"Dy, kamu makan kayak embek."

Mata Dyba memicing. "Mulutnya pengen disambelin emang! Aku kayak gini untuk anak kamu ya, biar air susunya lancar."

Sam mengangguk-anggukkan kepalanya. "Biar ayahnya juga kebagian minum," gumam Sam. Dengan wajah polosnya Sam malah menambahkan sayur ke piring Dyba.

"Ini kenapa kamu tambahin Sam?"

"Biar entar makin banyak juga jatah untuk ayahnya."

"Jatah, jatah, jatah. Otak kamu tuh ya pengen aku cuci pakai rinso, biar entar otak kamu bersih anti noda."

Sam menyengir, ia kembali memakan makanannya. Baru saja nasi di piringnya sudah habis tangisan Rion langsung memecah keheningan. Sam mengusap-usap dadanya. "Astaghfirullah embul."

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang