16

12.4K 1K 51
                                    

Hallo!
DySam kembali bersama kalian.
Makasih yang udah mau nunggu DySam up.
Selamat membaca ^^

***

Sudah dua minggu ini Dyba pulang dari rumah sakit. Keadaan mental dan fisiknya sudah baik-baik aja, tetapi mungkin nanti ada saat-saat tertentu trauma tentang kehilangan anak akan muncul kembali.

Wanita yang sedang memakaikan dasi itu di kerah baju suaminya itu tersenyum saat melihat dasi sudah terpasang rapi melingkar di leher suaminya. Sam yang melihat itu tersenyum gemas, ia mengecup hidung Dyba.

"Ih main cium-cium aja. Udah sana berangkat."

"Kiss dulu." Sam memajukan bibirnya untuk memberi kode kepada istrinya itu.

Dyba memutar bola matanya malas, tetapi mau bagaimanapun ia akhirnya tetap menempelkan bibirnya dengan bibir Sam. "Dah, berangkat sana."

Sam tersenyum lebar, ia menunduk dan mencium dahi Dyba. "Siap ibu negara. Assalamu'alaikum, baik-baik di rumah. Kalau mau pergi bilang dulu sama aku. Jangan capek-capek dulu takutnya nanti kamu sakit lagi. Pokoknya satu bulan ini kamu gak boleh ngapa-ngapain, biar mbak Ana aja yang bersihin rumah."

Memang setelah kejadian Dyba keguguran beberapa minggu yang lalu itu Sam memutuskan langsung mencari pembantu. Ia tidak mau untuk ke depannya terjadi sesuatu lagi kepada istrinya. Ia juga tidak mau istrinya kelelahan akibat mengurus rumah ini sendirian. Hanya masak yang ia perbolehkan untuk istrinya itu.

Dyba menganggukkan kepalanya. "Iya, bawel!"

"Bawel kayak gini tuh kesayangan kamu juga."

Dyba memukul perut Sam. "Ih, sana berangkat!"

"Anterin dong," ucap Sam sambil memasang wajah memelasnya.

"Punya suami manja amat dah."

Sam menggidikkan bahunya mendengar cibiran Dyba. Sam merangkul pinggang Dyba agar istrinya itu mau mengantarnya sampai ke garasi. "Mending manjanya sama kamu, daripada aku manjanya sama cewek lain. Kamu mau dan ikhlas aku gitu? Kalau iya sih aku langsung gas nih."

"Jangan ngadi-ngadi! Sempet kamu kayak gitu lihat aja di perut kamu bakalan banyak paku!"

Sam menelan ludahnya kasar. Dyba setelah menjadi istri rasanya semakin galak saja.

"Jangan pernah kamu berpikir untuk main di belakang aku. Dulu kamu yang posesif, tapi sekarang aku juga bisa posesif sama kamu. Aku gak mau pangeranku direbut sama cabe-cabean lima ratusan di goreng dadakan itu."

"Emang kamu kira tahu bulat di goreng dadakan, Dy."

Dyba menatap Sam tajam. "Masih sempet-sempetnya ngejawab."

"Iya, iya, gak jawab lagi aku."

"Nah gitu dong. Kamu main di belakang aku liat aja bakalan banyak paku di perut kamu, adik kamu yang bawah bakalan habis sampai ke ujung-ujungnya." Sam meringis, seketika badannya langsung merinding mendengar kalimat Dyba yang akhir tadi. Membayangkan saja sudah ngilu, apalagi merasakan aslinya.

Sam menghela nafas panjang, mungkin ini saatnya Dyba akan balik menjadi perempuan normal lagi dan mengalami PMS makannya istrinya emosian begini. Sam tidak mempermasalahkan kalau wanitanya itu bakalan posesif, karena jujur tidak ada sama sekali niatan Sam untuk bermain belakang dari Dyba. "Tenang aja sayang. Kan dari awal udah I'm yours and you are mine, jadi gak bakalan aku main belakang."

Sam melepas tangannya dari pinggang Dyba, ia menatap wajah istrinya yang sekarang menunduk. Sam menangkup pipi itu. "Aku sayang kamu, gak ada niat sedikitpun aku mau main belakang dari kamu. Kamu udah sempurna untuk aku. Kamu udah jadi rumahku, tempat aku pulang ya ke kamu. Kamu mau posesif ke aku? Silahkan kok, gak papa. Aku berangkat kerja dulu, jangan mikir yang macem-macem karena aku bakalan selalu di samping kamu."

Dyba langsung memeluk tubuh tegap yang sudah terbalut jas merah maroon di depannya ini. Ia merasakan sesuatu yang tidak enak, tetapi ia lebih baik memendamnya saja. "I love you."

***

"Permisi, Pak."

Sam menghela nafas kasar sambil menyenderkan tubuhnya dengan kasar di kursi kerjanya. "Masuk."

Sam mengernyit saat melihat seorang perempuan yang berada di samping sekretarisnya itu. Sam kembali menatap Zamdi-sekretarisnya setelah ia mengamati perempuan yang ada di samping Zamdi itu. "Silahkan duduk."

Zamdi dan perempuan itu dengan sopan duduk di hadapan Sam. "Jadi, begini Pak.
Mohon maaf sebelumnya saya mau mengundurkan diri sebagai sekretaris bapak."

Sam mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa kamu tidak ngomong jauh-jauh hari? Kalau begini saya juga yang repot harus nyari pengganti kamu."

"Bapak tenang saja, saya mempunyai calon sekretaris yang bagus untuk menggantikan saya. Ini sahabat saya dari kecil, bapak bisa melihat semua mulai dari nilai, CV, sampai pengalaman kerjanya. Bapak juga bisa interview dia menurut prosedur di perusahaan ini."

Sam menutup sebentar matanya dan kemudian menatap Zamdi dengan serius. "Kamu tau kan saya tidak mau sekretaris perempuan?"

"Saya paham, Pak, tapi saya jamin sahabat saya tidak mungkin macam-macam kepada bapak. Bapak bisa mencoba dia dulu dalam dua minggu ini, kalau memang tidak cocok bapak boleh mencari sekretaris yang lain. Saya mohon, Pak, sahabat saya lagi butuh biaya untuk pengobatan ibunya yang sedang terkena kanker payudara stadium tiga."

Sam menghela nafas kasar. "Zam, bukannya saya tidak mau membantu, tetapi kamu tau sendiri saya tidak mau sekretaris perempuan."

Zamdi menatap bosnya itu dengan wajah memelasnya. "Pak, saya tau dan sangat tau itu. Saya mengundurkan diri karena saya harus merawat ibu saya di kampung, dan kebetulan ada sahabat saya yang sedang membutuhkan pekerjaan juga. Bapak bisa melihat nilai dan surat pengalaman kerjanya dia yang baik."

"Kenapa kamu memaksa saya?!" Zamdi dan perempuan itu tersentak saat mendengar bentakan Sam.

Sam mengalihkan tatapannya saat mendengar isakan dari perempuan yang ada di samping sekretarisnya. "Saya tidak butuh tangisanmu."

"Saya mohon, Pak, terima saya untuk bergabung di perusahaan bapak. Saya sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan ibu saya, Pak."

"Kamu pikir saya termakan alasan klasik kamu?"

Perempuan itu mendongakkan kepalanya dengan air mata yang masih merembes di pipinya. "Saya jujur, Pak, saya berani bertaruh sumpah dengan Al-Qur'an kalau saya tidak berbohong. Saya dan ibu saya cuma tinggal berdua di sini, saya anak tunggal dan keluarga ibu saya sudah tidak ada yang mau meminjamkan duit kepada kami. Ayah saya sudah tiada dan keluarga ayah juga tidak ada yang mau memberikan saya pinjaman duit."

Sam memejamkan matanya. Jujur, ada perasaan iba di dalam diri Sam melihat seorang perempuan menangis di hadapannya apalagi saat membicarakan hal sensitif seperti ini. Tetapi, di satu sisi Sam tidak mau membuat masalah. Sam menghela nafasnya kasar, ia membuka matanya. "Saya lihat dokumen kamu dulu."

Perempuan di depan Sam langsung menatap Sam dengan senyum. Ia langsung memberikan map yang sedari tadi ia genggam.

"Angelica Ratna Wiyata," gumam Sam sambil membaca biodata perempuan itu. Sam mengangguk-anggukkan kepalanya saat melihat nilai perempuan itu mendekati kata sempurna.

Sam menghela nafas panjang, semoga ini keputusan yang tepat. "Saya akan men-training kamu selama dua minggu. Setelah saya melihat pekerjaan kamu dalam dua minggu bagaimana baru saya bisa putuskan apakah kamu bisa menjadi sekretaris saya atau tidak."

***

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁'◡'❁)

Jangan lupa vote and comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku ♡♡

01 November 2020


DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang