"Apa ada seorang wanita yang baru aja masuk ke kehidupan kita?"
Sam mengernyitkan dahinya. "Wanita? Saha? Cuma mbak Ana aja deh."
"Serius?"
"Iya, sayang."
"Di kantor gak ada?"
Degg ....
Sam termenung sesaat, mengapa firasat Dyba kuat sekali. Dyba tersenyum tipis melihat ekspresi Sam yang terkejut. "Sam, siapa cewek yang baru aja masuk?"
"Calon sekretaris aku, Dy. Tapi, sumpah Dy aku gak ada apa-apa."
"Calon sekretaris ya? Emang Zamdi ke mana? Kenapa gak ada ngomong sama aku kalau kamu mau punya sekretaris baru? Apa aku gak berhak tau?"
Sam menangkup pipi Dyba. "Sayang, bukan gitu. Aku yang salah beneran deh. Semalam itu aku mau ngomong sama kamu soal sekretaris ini, tapi kayaknya gak penting untuk kamu jadi ya aku gak ada ngomong. Zamdi mau resign dia harus pulang kampung untuk ngurus ibunya. Kemarin itu Zamdi tiba-tiba bawa itu perempuan aja, katanya juga perempuan itu sahabatnya Zamdi dan lagi butuh uang untuk pengobatan ibunya."
"Bukannya kamu punya prinsip gak bakalan mau sekretaris cewek?"
"Waktu itu aku gak tega liat muka dia, sayang. Dia nangis-nangis katanya butuh duit untuk pengobatan ibunya, sedangkan aku tau sekarang cari kerja lagi susah. Sumpah, niat aku cuma untuk bantuin dia aja, gak ada maksud lain."
Dyba tersenyum tipis. "Kamu tau aku mimpi apa?"
Sam menggeleng dan itu membuat Dyba mengelus rahang Sam dengan senyum tipisnys. "Kamu main belakang sama cewek, Sam. Muka ceweknya gak jelas sih, tapi kayaknya dia udah deket banget sama kamu. Aku takut, Sam, aku takut dia bakalan masuk dan akhirnya merusak hubungan kita."
Sam terenyuh, ia memeluk Dyba dengan erat. "Dy, aku cuma mau bantu dia aja. Kamu tau kan aku paling gak bisa liat orang yang nangis gara-gara ibunya, karena aku tau ibu itu segalanya. Aku janji gak bakalan ngapa-ngapain sama dia, Dy. Aku beneran pure bantuin dia doang, gak ada maksud tersembunyi. Kamu hari ini ikut aku ke kantor, aku kenalin kamu sama dia karena mulai hari ini dia training. Ya sayang? Hari ini ikut aku ke kantor ya?"
Mendengar isakan dari wanitanya membuat Sam menghela nafas kasar. "Ya udah kalau emang kamu gak ngebolehin aku gak bakalan terima dia. Jangan nangis, sayang, aku gak bisa liat kamu nangis gini."
"Dyba, sayangnya Sam, jangan nangis terus." Sam masih berusaha untuk menenangkan wanita kesayangan yang masih terisak di dalam pelukannya.
"Sam, aku bingung," bisik Dyba sambil mendusel di leher Sam.
"Bingung apa sayang? Kalau kamu gak ngebolehin ya udah gak bakalan aku terima kok."
"Kalau emang dia lagi butuh duit untuk ibunya gimana? Kasian juga dia, Sam. Tapi, aku juga gak mau mimpi aku tadi itu jadi nyata."
"Makannya kamu ikut aku ke kantor hari ini, kamu lihat di orangnya gimana. Ya? Jangan nangis lagi ini nafas kamu udah panas."
"Kita ke kantornya nanti aja setelah makan siang, pagi ini aku masih mau ngedusel sama kamu."
Sam menganggukkan kepalanya. "Iya, aku ngikut apa yang buat kamu seneng aja. Jangan nangis lagi, Sam gak suka Dyba nangis."
"Iya, Dy gak bakalan nangis lagi."
Sam mengusap-usap rambut Dyba sambil sesekali mengecupinya. Sam tersenyum, seketika ia mendapatkan ide. "You Are My Everything ....
Byeolcheoreom ssodajineun unmyeonge ....
Geudaeraneun sarameul mannago ....
Meomchwobeorin nae gaseumsoge ....
Dan hanaui sarang ....
You Are My Everything ...."Mendengar itu Dyba langsung mengangkat kepalanya dari leher Sam, menatap lelaki itu dengan tidak percaya. "Kamu kok bisa nyanyi itu?"
Sam tersenyum, tangannya terangkat untuk menghapus bekas air mata yang masih ada di pipi istrinya itu. "Aku tau itu lagu yang kamu suka, dramanya bahkan udah kamu tonton berkali-kali. Ya, kemarin aku coba-coba aja ngehafalin, tapi cuma bisa di liriknya doang. Kamu tuh kayak lirik lagu itu, you are my everything, Dy. You are my sunshine, you are my baby, dan yang paling penting you are my wife."
Dyba tersenyum, ia tidak menyangka Sam bisa menyanyikan soundtrack drakor yang pasti semuanya tau, Descendant of the sun, walaupun hanya sepenggal saja. Dyba mengecup bibir Sam sekilas. "Makasih sayang."
"Sama-sama, cantik. Udah, sini bobok lagi." Sam menarik kepala Dyba kembali tertidur di dadanya. Dyba memurutinya, ia tersenyum saat mendengar degupan jantung Sam yang masih terasa cepat saat berdekatan dengannya.
"Kamu itu segalanya untuk aku. Kamu datang di kehidupan ku secara tiba-tiba dan tanpa di sengaja. Gadis yang dulunya masih memakai rok biru bahkan udah bisa memikat hati gitu aja. Kamu udah kayak bintang jatuh, Tuhan dan alam seakan-akan emang udah berpihak kamu untuk aku. Aku sayang sama kamu, Dy. Gak ada sedikitpun niat untuk berpaling ataupun mendua dari kamu. Samudera Alfa Zudianto akan selamanya jadi milik Adyba Bailey Zudianto."
***
Beberapa pasang mata menatap kagum pasangan yang baru saja masuk ke dalam kantor itu. Dengan tangan sang lelaki yang melingkar erat di pinggang sang wanita membuat siapapun tau bahwa wanita di samping itu pasti milik lelaki posesif.
Sapaan hangat dan senyuman kecil tentu saja di tunjukkan oleh Dyba kepada beberapa pegawai yang menyapanya. Perlakuan Dyba itu berbanding terbalik dengan Sam. Lelaki itu malah memasang wajah datar dan dingin khas seorang Samudera apabila sedang berada di kantor.
Dyba memukul dada Sam kesal saat mereka sudah sampai di dalam lift. "Mukanya itu di kontrol. Sama pegawai jangan kayak gitu banget. Senyum gitu, jangan dingin banget Sam."
Sam menundukkan kepalanya dan meletakkan kepala itu ke bahu kanan Dyba. "Aku dingin gini aja udah beberapa yang mau godain aku gimana nanti kalau aku hangat sama mereka, Dy? Udah, mendingan aku gini aja, biar gak ada setan-setan."
Dyba mengelus rambut Sam dengan pelan takut merusak tatanan rambut itu. "Ya udah, tapi jangan galak-galak."
"Iya, gak bakalan galak-galak kok. Nanti pokoknya kamu gak boleh keluar, sama aku aja terus."
Dyba terkekeh geli. "Gak bakalan ada yang mau nyolong aku, Sam." Dyba mengangkat kepala Sam dari bahunya. "Jangan gini, kesan dingin kamu di kantor langsung musnah nanti kalau ada yang liat kamu kayak gini."
Sam mengerucutkan bibirnya. Sam dengan cepat mendorong tubuh Dyba ke pojokan lift. Dyba meneguk ludahnya kasar saat melihat Sam yang begitu sempurna di depannya. Jas biru dongker, kemeja putih, dan celana kain biru dongker, rasanya Sam sudah seperti CEO yang Dyba baca di novel-novel.
Bibir kenyal dan basah milik Sam langsung aja meraup bibir Dyba yang baru saja akan bersuara. Tatapan Sam mengunci tatapan Dyba. Sam memiringkan kepalanya saat melihat Dyba mulai menutup mata menikmati perlakuannya.
Lima menit lebih mereka melakukan itu. Sam menghentikan cumbuannya saat merasakan nafas Dyba sudah tidak beraturan. Sam menyeringai saat melihat bibir Dyba yang membengkak dan basah itu. Sam mengelap bibir bawah Dyba dengan ibu jarinya. "Seksi."
Wajah Dyba memerah. Sam jarang memujinya yang seperti itu. Dyba mengedarkan pandangannya agar tidak. Menatap mata coklat yang memabukkan itu. "Kok lift-nya belum kebuka?"
"Pengaturan dong sayang. Udah aku rancang waktu kita habis nikah kemarin, untuk jaga-jaga kalau kayak gini."
Mata Dyba membulat. "Dasar Sam mesum!"
***
Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁'◡'❁)Jangan lupa vote and comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku ♡♡01 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...