Maaf kemalaman 😭
Aku kira komennya gak bakalan tembus, jadi gak ku tulis deh. Ehh, pas liat ada komen yang katanya udah 250 lebih baru ngeh. Jadi langsung cepet-ceoet nulis.Jadi, kalau di part ini kalian nemuin typo nama atau kata-kata mohon maaf, aku ngejar waktu ngetiknya.
Happy Reading ^^
***
"Dedek, dedek."
"Apa abang?" jawab Dyba dengan suara seperti anak kecil.
Rion menatap Dyba dengan senyumannya. "Dedek di dalem jawab abang gitu gak ya, na?"
"Gak tau. Kamu dulu waktu di panggilin yayah kamu nyaut gak pas di dalem?"
Mata Rion mengerjap. "Ndak tau. Yon ngapain aja ndak inget."
Dyba terkekeh. "Makannya itu, kenapa kamu nanya sama buna coba."
Rion mendekatkan bibirnya ke perut Dyba yang tidak terlapisi baju, tadi sengaja ia angkat biar bisa cium dedeknya lebih enak. Rion mencium dengan halus dan lama, sampai ia tersentak saat satu gerakan tercipta di atas bibirnya.
Mata Rion membulat, ia dengan perlahan menarik bibirnya dari perut Dyba. Rion menatap Dyba dengan mata yang berkaca-kaca, bibirnya pun sudah bergerak ingin menangis.
Dyba membawa tubuh itu dalam pelukannya. "Eh, kenapa sayang?"
Rion sudah terisak. "Kok pelut buna gelak! Huwaa dedeknya di dalem kenapa?!"
Dyba mengelus telinganya, tidak menyangka respon Rion malah menangis seperti ini. "Sayang, jangan nangis, dedeknya gak kenapa-kenapa. Emang gitu dedeknya. Dedek bakalan nendangin perut buna, itu maksudnya dia di dalem udah bergerak. Abang dulu juga gitu, malah sering banget tendangin perutnya buna."
Rion menarik ingusnya panjang, ia menatap Dyba masih dengan lelehan air matanya. "Benel? Ndak papa belalti?"
Dyba tersenyum, tangannya mengusap air mata Rion. "Iya, dedeknya lagi nyapa kamu itu."
Rion menarik ingusnya beberapa kali sebelum ia menundukkan wajahnya mendekati perut Dyba. Tangan Rion mengusap perut Dyba. "Dedek ...."
Satu tendangan terasa di tangan Rion yang membuat bocah itu berjengkit kaget lagi. Dyba terkekeh, ia menarik tangan Rion agar memegang perutnya lagi. "It's okey, itu biasa sayang. "
"Dedek, jangan tendang-tendangan, abang takut jadinya."
Saat tidak merasakan tendangan lagi Rion menghela nafas lega. Ia mengelus-elus dengan lembut perut Dyba. "Dedek kalau mau nendang ngomong dulu kek sama abang, abang kan jadi takut."
"Gimana caranya adeknya ngomong sama kamu sayang?"
Rion menyengir lebar. "Ndak tau, siapa tau dedek pake telepati gitu sama abang."
Dyba menggelengkan kepalanya. Ia melihat jam, sudah jam setengah enam, tetapi kemana suaminya itu?
"Bang, coba liat HP buna ada telpon dari yayah gak? Takut buna gak denger aja."
Rion membuka ponsel Dyba. Ia menggeleng saat tidak melihat notifikasi apapun. "Ndak ada, na."
"Telpon yayah kamu sana."
Rion dengan cepat menekan tombol video call. Deringan pertama langsung di angkat oleh Sam yang terlihat di dalam mobil. "Yayah belum pulang?"
"Ini mah pulang, mbul, tuh liat bentar lagi yayah pulang. Embul mau dibeliin apa atau buna mau apa gitu?"
Rion menatap Dyba. "Buna mau apa? Es klim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...