"Adek! Bunda sayang sama kamu! Jangan tinggalin bunda sama ayah!"
Tubuh Sam tersentak saat mendengar teriakan Dyba. Ia dengan cepat bangun dan menggoyang-goyangkan tubuh di sampingnya itu. "Dy, bangun."
Mata Dyba langsung terbuka, ia menatap Sam dengan bingung. "Adek ke mana? Tadi aku ketemu adek, Sam! Adek ke mana?"
Sam memeluk tubuh Dyba, ia berbisik, "Dy, adek kan dah tenang di sana."
Tubuh di pelukan Sam itu seketika melemas. Sam dengan cepat melepas pelukannya dan matanya membulat saat mata itu tertutup. Sam menepuk-nepuk pipi itu. "Dy, bangun sayang."
Dengan panik Sam langsung memencet tombol yang ada di samping ranjang Dyba dan tidak lama dokter Suci dan beberapa perawat langsung datang. Sam menidurkan Dyba dengan pelan agar istrinya itu diperiksa.
"Sam, Dy kenapa?" Sam menoleh ke arah Difki dan Nia yang baru masuk ke ruangan. Mereka berdua baru dari mushola dan baru saja masuk ke ruangan Dyba langsung dikejutkan dengan putrinya yang dikelilingi perawat.
"Sam juga gak tau, Nda, tadi Dy bangun langsung teriak adek."
Nia mengangguk paham, ia duduk di sofa. "Bunda paham, kayaknya adek baru datang ke mimpi Dyba."
Sam menatap Nia tidak percaya. "Emang bisa gitu, Nda?"
"Bunda dulu juga gitu."
Baru saja akan menanyakan lebih lanjut maksud Nia, tetapi perkataan dokter Suci membuat Sam mengurungkan niatnya.
"Pak, ini sudah biasa terjadi saat perempuan baru saja mengalami keguguran. Mental mereka pasti sedang down, apalagi ini anak pertama. Jadi, saya sarankan supaya ibu Dyba 24 jam ditemani oleh orang tersayang. Dukungan keluarga sangat membantu pemulihan."
"Tapi, istri saya gak kenapa-napa kan, Dok? Gak ada penyakit serius atau gimana kan?"
Dokter Suci itu tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya. "Tidak, ibu Dyba hanya mengalami syok. Jahitannya juga masih rapi, tidak ada kebuka."
Sam menghela nafas lega. "Terima kasih, Dok."
"Sama-sama, saya pergi dulu. Kalau ibu Dyba sudah bangun, jangan membicarakan hal yang bisa memicu stress."
Sam mengangguk, ia menghampiri Dyba dan mengecup punggung tangan Dyba. "Kamu buat aku panik aja. Cepet sembuh sayang."
Sam menatap Difki dan Nia. "Ayah sama bunda pulang aja, Sam bisa jaga Dy sendiri kok. Kasian juga ayah sama bunda udah dari tadi di sini, kalian juga butuh istirahat."
Nia menghampiri menantunya itu. Ia berdiri di samping ranjang Dyba dan menatap putrinya dengan sendu. "Nanti kalau ada apa-apa langsung kabarin ayah sama bunda. Paling bentar lagi mama sama papa kamu bakalan balik."
Sam mengangguk. "Iya, Nda."
Nia mengecup dahi Dyba. "Putri bunda cepet bangun. Ikhlasin adek di sana. Bunda mau putri bunda yang periang balik lagi. Cepet sembuh putri kecil bunda."
Difki juga melakukan hal yang sama. Rasanya ia tidak tega melihat putrinya seperti itu. Bibir pucat, pipi yang biasanya bersemu merah itu menjadi ikutan pucat, dan tidak lupa ada sisa air mata di sana.
Difki menepuk-nepuk bahu Sam. "Ayah sama bunda pulang dulu. Jangan sungkan kalau mau sesuatu. Jangan lupa kalau ada sesuatu langsung panggil. Paling nanti malam kalau enggak besok pagi ayah sama bunda ke sini lagi. Kamu kuat, kamu harus jadi ayah yang kuat untuk adek, dia pasti bangga kalau ayahnya kuat."
Sam tersenyum tipis. "Makasih, Yah."
Selepas Difki dan Nia keluar dari ruangan Dyba Sam memutuskan untuk menunaikan shalat. Ia mengambil wudhu di kamar mandi yang ada di dalam ruangan Dyba. Setelah itu ia mengambil sajadah yang sudah disiapkan oleh Nita tadi. Sebelum memulai shalatnya Sam menoleh sebentar ke istrinya, masih nampak wajah polos yang masih tidur dengan damainya. Sam menghela nafas kasar, ia mulai menunaikan kewajibannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Fiksi Remaja[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...