"Dy, kapan lepas KB? Embul dah tiga tahun lebih loh, masih gak mau buatin adek untuk embul?"
Dyba menunduk, menatap Sam yang sedang tiduran di pahanya. "Kamu mau punya anak berapa sih kok nyuruh aku cepet-cepet hamil lagi?"
"Cukup dua Dy, gak peduli nanti anak kedua cewek atau cowok. Kalau cewek alhamdulillah dapat sepasang, kalau cowok ya gak papa berarti kamu paling cantik di rumah ini nanti."
Dyba mengelus pipi Sam. "Serius dua?"
Sam mengangguk, tangannya bergerak mengambil tangan Dyba yang ada di pipinya. "Aku juga gak pengen liat kamu kesakitan waktu ngelahirin kayak kemarin, tapi maksud aku biar Rion ada temennya gitu, biar Rion kalau udah gede atau udah nikah masih ada dedeknya yang bisa sama kita."
Dyba menghela nafas kasar. "Nanti aku pikirin dulu ya sayang, umur Rion masih begitu kecil untuk dia punya adek. Aku takutnya dia ngerasa kalau punya adek nanti dia gak diperhatiin."
Sam mengecup punggung tangan Dyba. "Janji sama diri kita sendiri gak bakalan beda-bedain apalagi sampai embul ngerasa kalau dia gak diperhatiin. Aku juga gak bakalan tega ngebiarin bocah kampret kayak embul terlantar gitu aja."
"Yayah! Buna!"
Sam memutar bola matanya malas mendengar teriakan itu. "Nah kan anaknya udah datang."
Rion dengan cepat berlari, saat melihat Sam yang tertidur di pangkuan Dyba bocah itu mengerucutkan bibirnya kesal. Rion menarik-narik tangan Sam. "Yayah, jangan tidul di citu! Ih itu buna nya Yon!"
Sam memeluk perut Dyba. "Lah ini istrinya ayah. Mau apa kamu?"
Rion menghentakkan kakinya kesal. Tangannya ia lipat di depan dada dan bibirnya mengerucut sempurna. "Yayah ndak boyeh ambil buna nya Yon!"
Dyba terkekeh, ia mendorong tubuh Sam agar bangun dari pangkuannya. Sam berdecak kesal, Rion selalu saja menganggu kebersamaannya dengan Dyba. Seperti semalam, saat melakukan praktek biologi dan ia sudah hampir keluar, bocah yang sayangnya mirip dengannya itu malah menggedor pintu kamarnya dengan keras dan tentunya juga dengan tangisan yang super duper membuat telinga pekak.
Rion tersenyum senang saat Dyba merentangkan tangannya ke arahnya. Ia memeletkan lidahnya ke Sam. "Blee, Yon yang dapet buna."
Sam tersenyum licik. Ia juga ikut menjulurkan lidahnya. "Bleee, ayah masih dapat susunya buna kamu udah enggak. Blee!"
Senyum senang yang terpatri tadi seketika menghilang, Rion mendongak menatap Dyba. "Yayah minum cucu buna?"
"Iya dong!"
Rion menatap tajam Sam. "Ih yayah! Yon tanya ama buna, butan ama yayah!"
"Lah biarin dong, orang jawaban buna juga jawaban yayah. Ya kan bun?"
Dyba mengangguk sambil tersenyum geli. Melihat kelakuan anak dan bapak ini membuat perutnya sakit. Sam dan Rion itu sama-sama memiliki sifat yang tidak mau mengalah.
"Bunaaa ... Yon minum cucu buna pait maca yayah buna kacih? Cucunya kalau buat yayah buna kacih guya ya?"
Tawa Dyba tidak bisa terbendung, gimana caranya susunya diberi gula? Dyba mencubit pipi Rion. "Aneh-aneh aja kamu. Enggak, yayah juga minum cucu yang pait kok."
Rion kembali menatap Sam. "Blee, ndak papa Yon ndak minum, yang penting Yon ndak pait. Yayah num cucu buna tapi pait."
Sam menggelitiki pinggang Rion, rasa gemasnya sudah tidak bisa ditahan melihat kelakuan Rion.
Tawa Rion seketika keluar, apalagi saat Sam menggelitiki ketiaknya. "Yayah! Udah ... hahaha ... yayah!"
Sam menghentikan gelitikannya saat melihat sudut mata Rion yang sudah mengeluarkan air mata, nafas bocah itu pun sudah tersengal-sengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...