Honeymoon yang Dyba rencanakan sebelumnya di villa Sam itu hanya tinggal rencana saja. Setelah mereka menyelesaikan misi 'membuat dedek' kemarin, keesokan harinya Dyba jatuh sakit. Dyba tiba-tiba demam tinggi dan mengeluhkan kepalanya yang pusing.
Sam panik? Tentu saja. Bahkan lelaki itu tidak mau makan di meja makan bawah, ia terus menemani Dyba di kamar. Rencana mereka untuk pindah ke rumah baru pun terpaksa harus ditunda dulu. Mereka berdua saat ini sedang di rumah orang tua Dyba.
"Dy, mau makan apa?" Dyba menggeleng di pelukan Sam itu.
"Ke dokter aja, ya?" Dyba menggeleng lagi.
"Kita ke dokter deh, kalau kamu dah sembuh kamu minta apa aja bakalan aku turuti." Dyba yang menggeleng lagi membuat Sam mengacak-acak rambutnya kasar.
"Nanti kamu gak sembuh-sembuh. Makan gak mau! Ke dokter gak mau! Aku tuh khawatir sama kamu!"
Mendengar bentakan Sam itu membuat tubuh Dyba menegang. Ia merenggangkan tubuhnya dari tubuh Sam. Ia memeluk dirinya sendiri, air matanya bahkan sudah menetes.
Sam tambah panik, ia lupa kalau gadisnya sedang sakit, Dyba akan semakin manja dan sensitif. Sam menarik tubuh Dyba ke dalam pelukannya lagi. "Maaf, Dy, maaf, aku bener-bener nyesel udah bentak kamu. Gak bermaksud gitu sayang, aku cuma khawatir sama kamu kalau kamu sakit kayak gini."
Dyba menggerak-gerakkan tubuhnya supaya lepas dari pelukan Sam, dan itu berhasil. Dyba berdiri, tetapi kepalanya rasanya benar-benar berputar. Ia menahan tubuhnya dengan berpegangan ke meja nakas samping ranjang itu. Pertanyaan Sam dari tadi ia abaikan, bodo amat, dia masih kesal sama suaminya itu!
Sam menghela nafas kasar, ia hanya melihat Dyba yang tengah berjalan sempoyongan itu. Tetapi, dengan cepat ia berlari untuk menangkap tubuh yang hampir jatuh ke lantai yang dingin itu.
Sam menggendong Dyba, ia meletakkan Dyba dengan perlahan di atas ranjang. "Kamu mau ngapain sih? Udah tau masih lemes, tapi nekat banget mau jalan. Mau kamu apa?"
Dyba menggelengkan kepalanya tanpa menatap Sam. Ia masih malas melihat wajah suaminya itu. Sam menghela nafas berulang-ulang kali untuk meredam amarahnya. Dyba kalau sedang sakit memang benar-benar menguras emosi.
Sam mengecup pelipis Dyba. Ia memegang pipi Dyba, mengarahkan mata itu supaya menatap matanya. Bola mata Dyba bergerak-gerak untuk menghindari tatapan Sam yang serasa membakar tubuhnya. "Lihat aku, Adyba."
Dyba meneguk ludah kasar, kalau Sam sudah memanggilnya Adyba berarti tanda-tanda Sam sedang marah. Dyba dengan ragu menatap manik mata coklat kehitaman itu.
"Jawab aku, aku gak butuh gelengan kamu. Kamu mau apa? Aku turutin semua yang kamu mau, apapun itu!"
"Beneran?"
"Kapan aku pernah bohong sama kamu? Mau apa?"
"Mau es krim."
Sam mengadahkan kepalanya, menahan emosi yang sudah di ubun-ubun. "Gak bisa, sayang," kata Sam dengan lembut. Ia harus bisa menahan emosinya.
"Katanya boleh se ...."
"Iya boleh, tapi gak es krim juga. Kamu sadar kamu tuh lagi deman, kalau makan es krim nanti yang ada kamu gak bakalan sembuh-sembuh."
Dyba mengerucutkan bibirnya. "Ya udah mau martabak keju, kejunya yang banyak."
Sam tersenyum, ia bernafas lega, akhirnya permintaan Dyba tidak aneh-aneh lagi. "Oke, bentar aku pesenin dulu."
Dyba mengangguk. Ia menatap ragu-ragu Sam, dan pemuda itu peka. "Kenapa liat aku kayak gitu? Ada yang di pengenin lagi?"
Mata Dyba berkaca-kaca. "Pusing."
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Fiksi Remaja[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...