21

12.1K 1.1K 41
                                    

Sam memijat kepalanya pusing, data-data yang tersaji di hadapannya tidak akurat, ia yakin ada yang melakukan penyelewengan. Sam menatap Aryo-- bawahannya yang mengantarkan data-data ini.

"Kamu yakin ini sudah benar?"

"Yakin, Pak."

Sam menghela nafas kasar. "Silahkan keluar."

Setelah pintu ruangannya tertutup Sam menyenderkan tubuhnya ke kursi kerjanya. Rasanya kepalanya seperti terbakar memikirkan ini. Sam mengambil telepon kantor dan memencet angka 1 di sana yang langsung terhubung dengan sekretarisnya.

"Buatkan saya kopi yang pahit, jangan pakai gula sedikitpun. Lima menit kopinya belum ada di meja saya berarti kamu harus angkat kaki dari perusahaan ini." Dan Sam langsung mematikan secara sepihak.

Sam membuka mac book-nya, sepertinya ia membutuhkan vitamin. Sam berdecak saat panggilannya belum di jawab juga oleh istrinya.

"Kamu ke mana aja?" Pertanyaan itu langsung saja dilontarkan Sam saat melihat wajah Dyba yang sudah muncul di layar itu.

Di ujung sana terlihat Dyba menghapus keringat yang ada di dahinya. "Maaf aku baru aja siap masak. Kenapa? Tumben banget kamu nelfon."

"Dy, bisa ke kantor gak bawain makanan sekalian, mungkin malam ini aku bakalan lembur."

"Ya udah aku mandi dulu habis itu langsung ke sana."

Sam mengangguk. "Cepet ya aku butuh vitamin kalau kayak gini."

"Iya bawel! Aku tut-"

"Permisi, Pak, ini kopinya."

Sam mengangguk. "Letak aja di situ."

"Baik, saya permisi dulu, Pak."

"Hmm."

"Sam, tadi saha? Angel?"

Sam mengangguk sambil menyeruput kopinya, tetapi baru satu kali tegukan Sam langsung menjauhkan cangkir kopi itu. "Pait banget!"

Dyba di seberang sana terkekeh. "Mau aku bawain kopi sekalian gak dari rumah?"

"Gak mau, maunya susu kamu aja. Udah, cepetan ke sini, sayang."

"Iya, iya, aku tutup dulu. Aku mandi sebentar ya," ucap Dyba sambil hendak mematikan telponnya.

Sam mengerucutkan bibirnya. "Gak usah dimatiin kenapa? Bawa aja gitu ke kamar mandi, kan lumayan aku bisa liatin kamu mandi."

Mata Dyba membulat di sana. "Gak usah ngadi-ngadi otaknya!" Setelah itu sambungan telepon di putus sepihak oleh Dyba.

"Astaghfirullah istri gue galak amat."

***

Dyba membalas sapaan beberapa pegawai Sam itu dengan senyuman ramahnya. Tetapi baru saja mau masuk ke lift pandangan Dyba teralihkan ke seseorang yang menatapnya sinis di samping meja resepsionis. Dyba meneliti perempuan itu dari atas ke bawah dan rasanya Dyba ingin menghapus make up tebal di wajah perempuan itu.

"Bu, tidak masuk?"

Mendengar itu Dyba tersentak. Ia tersenyum canggung sambil mengucap terima kasih kepada salah seorang pegawai yang baru saja membukakan pintu lift untuknya.

Dyba berpikir apakah ia pernah bertemu dengan perempuan tadi? Mengapa perempuan itu menatapnya sinis? Siapa saja yang melihat tatapan perempuan itu pasti tau kalau perempuan itu tidak menyukai kedatangan Dyba. Dyba menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir segala macam pikirannya.

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang