88

24.7K 1.4K 302
                                    

"Buna, mamam."

Dyba mengelus kepala Letta. "Laper ya? Tadi perasaan kamu baru minum susu deh."

Letta mengerucutkan, ia menaikkan bajunya dan menepuk-nepuk perut gendutnya. "Lapel Etta, naa."

Dyba terkekeh, ia menundukkan kepalanya dan mencium perut Letta yang terbuka. "Tambah endut kamu nanti. Kamu main di sini dulu ya, bentar lagi abang pulang, buna mau bikinin mamam kamu dulu."

Letta mengangguk. Setelah melihat punggung Dyba yang sudah menghilang di balik tembok dapur, Letta dengan perlahan turun dari sofa. Senyumnya muncul saat melihat ada coklat yang ada di samping TV. Sedari tadi toples coklat itu yang menarik perhatiannya.

Letta menoleh ke kanan dan kiri, bunanya belum muncul. Letta membuka tutup toples kaca, tetapi setelahnya ia mengerucutkan bibirnya sebal. "Belat ...."

Yang namanya Letta kalau sudah ingin terhadap sesuatu, harus ia dapatkan. Dengan susah payah Letta berusaha membuka tutup toples itu. Dan saat tutup toples sudah terbuka sedikit senyum Letta mengembang dengan sempurna. "Yeaayy ...."

Letta membuka lebih lebar tutup toples. Tapi setelah sudah terbuka sempurna tutup toplesnya malah terlepas dari tangan Letta dan terjatuh ke lantai.

"Buna!" jerit itu reflek di teriakkan Letta saat melihat pecahan kaca di depannya.

Dyba dengan nafas memburu langsung mengangkat Letta ke gendongannya. Ia memeluk Letta. "Ada yang sakit?"

Letta sesegukan, ia menggerak-gerakkan kakinya. "Kaki cakit ...."

"Mbak Ana! Mbak Ana!"

Mbak Ana langsung datang masih dengan membawa sapu halaman. "Iya, non?"

"Tolong bersihin ya, jangan sampai nanti keinjek orang lagi."

Setelah mengatakan itu Dyba mengelus-elus punggung Letta sambil berjalan ke kamar bawah. Gadis kecil di gendongannya masih sesegukan. Dyba menurunkan Letta di atas ranjang. Melihat goresan yang lumayan panjang terlihat di kaki Letta. Entahlah bagaimana bisa ke gores.

Dyba menghela nafas panjang, ia mengambil P3K di dinding kamar. "Letta ngapain sih sampai ngambil sendiri? Kenapa gak nunggu buna aja? Udah tau itu berat," omel Dyba sambil mengolesi luka Letta dengan rivanol.

"A- au coklat bu- buna ... Ca- cakit!"

Dyba meniup-niup luka Letta setelah diolesi rivanol. "Kamu gak nunggu buna sih, sakit kan?"

"Ya- yayah, Etta au yayah bu- buna!"

Dyba menghela nafas kasar. "Di sini kan ada buna, yayah masih kerja sayang."

"Babaa!"

Dyba meletakkan P3K itu di atas nakas, tubuhnya melingkupi tubuh Letta dari atas. Dyba mengecup kedua pipi Letta. "Sama buna aja ya sayang, babang kan masih sekolah, yayah juga masih kerja."

Dyba mengusap sudut mata Letta. "Cup, cup, anak buna yang cantik. Lihat nih ...." Dyba meniup-niup kaki Letta. "Dah sembuh, sakitnya dah ilang gara-gara buna tiup."

Letta mengangguk, tangannya mengusap matanya. Dyba tersenyum, ia mengelus-elus pipi Letta. "Lain kali kalau mau minta apa-apa bilang sama buna biar buna yang ambilin. Buna gak akan marah sama kamu, itu coklat juga untuk kamu."

"Iya buna."

"Assalamu'alaikum! Rion ganteng dah pulang buna!"

Teruskan itu membuat Letta langsung menatap pintu. "Baba!"

"Bentar lagi juga ke sini sayang."

Letta tidak melepaskan tatapannya dari pintu kamar. Dyba menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tertidur di samping Letta dan mengusap-usap paha Letta.

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang