Sam menekan-nekan perutnya, isi perutnya tidak mau keluar padahal ia sudah berdiri di depan westafel hampir lima belas menit. Mual melandanya sedari tadi, tetapi tidak ada yang keluar.
"Yayah?"
"Kamar mandi mbul."
Dyba sedang pergi mengecek kandungan dengan Barsha, ia jelas tidak bisa ikut, mau ikut bagaimana kalau ia selalu mual seperti ini?
Rion menepuk punggung Sam. "Yayah, bental Yon ambilin minum dulu."
Rion dengan cepat kembali dengan satu gelas air di tangannya. Untung saja di dalam kamar selalu disediakan minuman oleh Dyba.
Sam meneguk air beberapa kali dan mual lagi-lagi melandanya. Rion menggigit bibirnya, panik melandanya. Biasanya kalau Dyba ada pasti bunanya yang nepuk-nepuk punggung yayahnya. "Bental, Yon panggilin mbak Ana ya?"
Sam menahan tangan kecil yang akan keluar dari pintu kamar mandi itu. "Gak usah, yayah gak kenapa-kenapa. Yayah udah sehat kok."
Rion menatap Sam dengan khawatir. Ia mengeratkan genggaman tangannya ke tangan Sam saat Sam berjalan ke ranjang. "Pelan-pelan yayah."
Sam duduk di pinggir ranjang sedangkan Rion berdiri tepat di hadapannya. "Mau Yon ambilin apa?"
Sam menggeleng, ia mengusap kepala Rion dengan halus. "Jangan nyalahin dedek ya karena ayah jadi kayak gini. Ini wajar sayang, waktu kamu masih di dalam perut buna kamu juga buat buna muntah-muntah gini. Jadi, jangan pernah nyalahin atau gak suka sama dedek ya?"
Mata Rion menatap iris coklat Sam. "Tapi, yayah gak kenapa-kenapa kan? Gak cakit lagi kan?"
"Udah enggak kok."
Rion memeluk dada telanjang Sam, tangan mungilnya ia lingkarkan di punggung Sam. "Yon cayang yayah, Yon ndak mau yayah kenapa-kenapa."
Sam membawa tubuh embul itu ke pangkuannya, mengusap naik turun punggung Rion. "Tenang, yayah gak kenapa-kenapa. Yang penting embul sayang terus sama dedek."
Rion mengangguk. "Yon cayang kok cama dedek."
Sam tersenyum senang. Ia menunduk saat merasakan Rion mendongak. "Kenapa?"
"Tapi ...."
Sam mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Rion. "Apa sayang?"
Rion menundukkan kepalanya, jari-jari mungilnya membentuk pola-pola di dada Sam. "Yon bakalan tetep di sayang kan?"
Sam tersenyum tipis, paham pikiran Rion ke mana. Sam menangkup pipi Rion, mengarahkan wajah itu agar menatap nya. "Listen daddy."
Rion meneguk ludahnya. Sam kalau sudah memakai kata 'daddy' pasti yayahnya sedang dalam mode serius. Rion mengangguk menjawab ucapan Sam.
"Rion itu pangerannya yayah sama buna, mau gimana pun kamu bakalan jadi pangeran. Rion itu berharga, gak mungkin nanti kalau ada dedek terus kamu diasingkan. Yayah sama buna bakalan sebisa mungkin berlaku adil sama kalian. Rion bakalan tetap jadi kesayangannya yayah sama buna. Inget kak Airin?"
Rion mengangguk. "Kakak cantik."
"Kalau Rion kan pangeran, kalau kak Airin itu bidadari yayah sama buna."
"Kalau dedek nanti?"
"Kita liat nanti waktu buna lahir dedeknya cewek atau cowok oke?" Sam mencolek hidung Rion. "Yang pasti selalu inget, yayah sama buna selalu sayang sama kamu. Rion gak bakalan di singkirin."
Rion tersenyum lebar hingga membuat Sam gemas sendiri. Sam mencubit pipi Rion dengan gemas. "Kan ganteng anak yayah kalau senyum gini."
"Kayak yayah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DySam (After Marriage) [Selesai]
Teen Fiction[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung) Kisah awal hubungan Samudera dan Adyba tidak hanya sampai di kisah itu. Saat ini, mereka tengah merasakan hiruk pikuk rumah tangga yang s...