64

16.2K 1.3K 141
                                    

Bayi sembilan bulan itu merengek, sapuan kuas di wajahnya membuat hidungnya gatal. Sam tertawa, ia mengacak-acak rambut Rion dengan gemas.

"Idungnya embul merah."

Bibir mungil mengerucut. Tangannya menghempaskan kuas yang entah untuk apa di mukanya. "Aaaa ... namauuu ...."

Sam menghentikan gerakan perempuan di depan Rion itu. "Udah mbak, kasian dia nya," ucap Sam sambil menggendong Rion.

Rion dengan erat langsung memeluk leher Sam, menyusupkan wajahnya di leher ayahnya yang saat ini tengah mengelus-elus punggungnya.

"Yayahh ... namauu gii ...."

Sam mengangguk, ia membawa Rion keluar dari ruangan itu. "Iya sayang." Sam berjalan ke arah kamar mereka.

"Anaknya bunda dah siap?"

Rion langsung menjauhkan wajahnya dari leher Sam saat mendengar suara Dyba. "Nanaaa ...."

"No, enggak gendong bunda dulu. Bunda masih basah, belum pakai baju juga."

Sam tertawa saat bibir itu mengerucut lagi, bibir mungil Rion yang mengerucut itu rasanya ingin Sam tarik. Ekspresi paling menggemaskan Rion adalah saat seperti ini dan saat jagoannya itu ingin menangis.

Ketukan pintu kamar membuat Sam membuka pintu kamar, tetapi tidak membukanya dengan lebar. "Iya, kenapa?"

"Tempat untuk fotonya sudah siap pak."

Sam mengangguk. "Iya, sebentar lagi saya ke sana." Kemudian Sam langsung menutup pintu kamarnya lagi.

Saat berbalik, Sam langsung meneguk ludahnya kasar dan tangannya dengan reflek menutup mata Rion. "Adek gak boleh liat, ini punya ayah."

Dyba yang tengah memasang bra nya dengan santai menoleh ke arah Sam. "Ckk, sama anak aja gak mau berbagi."

Rion menghalau tangan besar Sam dari wajahnya. Sam bukannya melepaskan, ia malah semakin mengeratkan tangannya di wajah Rion dan membuat tangis bayi itu langsung terdengar.

Dyba berdecak, Sam dan kejailannya terhadap Rion emang tidak bisa dipisahkan. "Sam, jangan dibuat nangis anaknya, bentar lagi udah mau foto."

Sam membuka mata Rion, ia berjalan menuju Dyba dan membantu meresletingkan gaun istrinya itu. Dyba menggendong tubuh Rion saat jagoannya itu sedari tadi menggerakkan tangan mungilnya.

"Monopoli bunda aja terus kamu tuh," ucap Sam sambil mengigit gemas pipi Rion.

Pipi embul itu langsung memerah, matanya sudah berkaca-kaca dan bibirnya siap terbuka agar tangisannya terdengar hingga keluar rumah. Sebelum bibir itu terbuka Dyba sudah menyumpal bibir itu dengan dadanya dan langsung disedot dengan rakus oleh Rion.

"Jangan berisik, entar anjing tetangga bangun, mbul."

Sam menatap bibir Rion yang menyedot pabrik susunya. Ia tidak rela sebenarnya, tetapi mau bagaimana lagi?

"Bapaknya mau juga?"

Sam langsung menatap Dyba dengan binaran matanya, dengan cepat ia mengangguk. Dyba berdecih, ia mengusap wajah Sam dengan kasar. "Itu mah maunya kamu terus. Semalam udah cukup buat ini aku sakit. Rion gigitannya masih gigi susu, lah bapaknya giginya udah gigi harimau. Untung gak putus."

Sam menggaruk tengkuknya, ia menyengir tanpa dosa. "Enak soalnya Dy. Kecil-kecil gemes gimana gitu."

"Mulutnya!"

Sam mengecup pipi Dyba. "Jangan galak-galak atuh bun sama ayah."

"Bacot!"

Sam tersenyum, ia menepuk bokong Rion. "Heh, mimiknya udah mbul, mau di foto dulu."

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang