Menerima

20 0 1
                                    

Aruna melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mereka sedang di jalan menuju sekolah. Setelah berbicara dengan Shafana, lalu berdamai dengan keadaan, Aruna sedikit mendapatkan banyak pelajaran dan mengurangi sedikit beban pikirannya. Ia hanya perlu menerima, lalu menjalankannya sesuai dengan yang telah di atur oleh takdir.

Hidup hanya perlu ia jalani, tanpa harus berpikir tentang bagaimana cara takdir bekerja untuknya.

"Kak, keliatannya ada yang beda deh sama kamu hari ini." Ujar Aruni memulai obrolan. Sedikit mengusik hening yang sejak tadi tercipta dalam mobil itu.

Aruna menoleh sedikit pada adiknya lalu tersenyum. "Apanya yang beda?"

Karena sedikit penasaran, Zia juga ikut memajukan badannya di tengah celah kursi kakak kembarnya di depan.

"Aku juga dari tadi merhatiin banget loh. Aku sampe berpikir, kakak sedang dapat tambahan uang jajan kah? Atau ada proyek yang menang kah? Atau apa gitu." Katanya

"Mukanya cerah banget gitu yah Zi." Ujar Aruni menimpali, yang jelas langsung mendapat anggukan setuju dari Zia.

"Masa sih? Dari kemarin juga gini-gini aja mukanya" elaknya. Aruna tidak harus bilang kan alasan sebenarnya kenapa sampai ia sedikit murung dan uring-uringan belakangan ini.

"Enggak ih, kemarin tuh kakak gak mau di ajak keluar, padahal biasanya paling cepat kalau udah masalah quality time sama keluarga." Serang Zia.

Aruna menghelah napas lega yang begitu terasa berbeda dari biasanya. "Aku merasa udah plong aja gitu. Gak ada alasan." Katanya.

"Masalahnya sama Eza udah selesai kan kak?" Tanya Zia.

"Aku gak ada masalah apa-apa sama Eza." Elaknya.

"Kemarin kan kakak liat Eza sama Anum di---" Aruni tidak begitu yakin melanjutkan ucapannya.

Aruna tersenyum "aku sadar kalau aku berlebihan. Semuanya sudah selesai." Ujarnya.

"Alhamdulillah." Zia dan Aruni mengucap syukur bersamaan. Sebab meski tak ikut merasakan apa yang dirasakan Aruna, Kedua adiknya ini bisa tahu kalau Aruna memang sedang tidak baik-baik saja, Kemarin.

"Hari ini katanya Kak Sulthan datang yah Ni?" Tanya Aruna yang membuat Aruni deg degan. Ia tidak tahu perihal ini. Sulthan belakangan ini sedang banyak pekerjaan sampai ia tidak menanyakan soal kunjungan bulanannya ke Indonesia-menemui keluarganya.

"Aku gak tahu kak, aku sama kak Sulthan akhir-akhir ini sedang jarang komunikasi. Kak Sulthan lagi sibuk banget ngurus kerjaan." Ujar Aruni, sedikit terlihat murung.

"Kamu tahu dari mana?"

"Aku sering chat-an dengan PA-nya dan Dia memang sering berada di luar kantor."

"Ah rasanya aku juga mau di jodohkan kalau jodoh yang dipilih kakek itu lelaki tampan, mapan dan penyayang seperti kak Sulthan." Ujar Zia berusaha mencairkan suasana.

"Nanti deh, pas pulang sekolah aku bilangin kakek kalo kamu juga mau di Carikan jodoh" Aruna tertawa keras di balik kemudi saat melihat Zia begitu kaget mendengar ucapannya.

"Bercanda kak, jangan bilang kakek dong." Ujarnya merajuk. Membuat hati Aruni sedikit merasa baikan. Nyatanya kedua kakak dan adiknya ini benar-benar bisa mengembalikan moodnya.

"Turun, Turun" perintah Aruna lalu membuka pintu mobilnya.

"Eh udah sampe, gak sadar aku" seloroh Zia lalu keluar dari mobil, ikut ke depan lalu menggandeng tangan kedua kakaknya menuju kelas.

**************

Seluruh aktifitas SMA Nusantara berjalan dengan baik hari ini, ada banyak pelajaran yang sebisa mungkin harus segera di selesaikan sebelum waktu ujian tiba untuk anak-anak angkatan Aruna. Sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian kelulusan, sesuatu yang sudah lama dinantikan mungkin oleh banyak siswa. Melangkah ke jenjang setelahnya adalah Impian semua siswa, Kuliah, Bekerja, Lalu meraih cita-cita dan Mungkin juga Cinta. Satu hal yang masih begitu Tabu untuk di katakan serius pada umur mereka sekarang ini.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang