Lebih Dekat

18 0 1
                                    

"Sayang, apa kamu pernah membayangkan hal ini terjadi dalam hidupmu?"

Untuk yang pertama kalinya setelah 15 menit yang lalu, Dava dan Nayla duduk di pojok taman, memperhatikan anak-anaknya yang sedang duduk beralaskan karpet setelah pemotretan beberapa saat yang lalu.

"Aku sama sekali tidak pernah membayangkan hal ini. Tapi aku sangat bersyukur Tuhan menitipkan anak-anak yang manis seperti mereka" Nayla merebahkan kepalanya di pundak Dava.

"Sebentar lagi mereka akan bertunangan. Apa kamu sudah siap ketika mereka harus ikut pada Suami-suami mereka nanti?"

"Aku mungkin tidak akan pernah siap sayang, tapi Sebagai seorang istri, Mereka harus mengikuti kemanapun suaminya. Aku hanya akan berusaha untuk Ikhlas ketika Waktu membawa kita pada Saat itu."

Dava tersenyum lalu mengusap kepala Nayla. "Terima kasih sudah melahirkan anak-anak yang penuh kasih sayang seperti mereka. Terima kasih sudah mampu mendidik mereka menjadi anak baik, menjadi pribadi yang santun sehingga kita tidak sulit mengarahkan mereka. Aku bahagia Nay, Sangat Bahagia."

"Terima kasih juga sudah menjadi Papa panutan untuk mereka dan Imam terbaik dalam keluarga. Terima kasih Sayang." Nayla merangkul lengan Dava, menenggelamkan sebagian wajahnya disana sembari menikmati pemandangan dan mencuri dengar obrolan anak-anak mereka di sana.

"Aku masih tidak percaya kalau Azan akan dengan semudah ini menerima perjodohan ini." Ujar Dava, masih memfokuskan pandangan pada Anak-anaknya.

"Aku juga tidak percaya, tapi aku percaya kalau mama dan papa se-pintar itu dalam membujuk." Nayla tersenyum membayangkan mamanya, orang tua angkat yang mengasuhnya sedari lahir. Adik dari papa kandungnya.

"Aku penasaran sama reaksi Alya dan Yuzi saat pertama tahu mama menjodohkan mereka."

"Kamu dengar sendiri kan tadi, Yuzi se-bahagia itu menerima perjodohan anak-anak. Alya bahkan berterima kasih karena Papa dan mama sudah merencanakan ini untuk anaknya."

Dava tersenyum. Benar kata Nayla, Yuzi, Adik iparnya begitu bahagia saat tahu perihal perjodohan ini, dan itu ia utarakan saat Famili Meeting privat tadi lewat sambungan video Zoom.

"Kamu tahu? Aku bahagia, karena Tuhan menjadikan kamu sebagai tulang rusukku, menghadiahkan kamu kepadaku di saat terpuruk dalam hidupku. Terima kasih untuk itu sayang. Terima kasih sudah mendampingiku sejauh ini. I Love you More" ujar Dava lalu mengecup puncak kepala Nayla.

Dalam diam, ia berdoa dan berterima kasih kepada Tuhan. Jikapun nanti ia harus kembali, ia akan ikhlas sebab anak-anaknya sudah di jatuhkan pada orang yang tepat.

"Zan, setelah ini Lo rencana mau kerja atau langsung lanjut S2?" Tanya Sulthan setelah mereka diam beberapa saat.

Pemotretan tadi berlangsung dengan baik namun sedikit rusuh karena ulah Sulthan dan Azan yang menolak bergaya sedikit lebay.

"Gue maunya langsung lanjut S2 sambil kerja sih. Biar setelah Zia lulus kuliah-nya gue sudah dapat posisi yang bagus di perusahaan."

"Bagus juga sih ide Lo. Itu yang terbaik."

"Kalo kamu gimana Za?" Tanya Azan pada Eza.

"Seperti rencana papa di awal, aku kuliah di kampus Uncle Dava, 2 tahun. Lulus dari sana Langsung memang perusahaan Papa." Eza tersenyum. "papa sudah tidak sabar untuk itu kak,"

Sulthan tertawa sedikit keras. "Berarti om kian sudah dari lama merencanakan ini Za, Lo di jajah sih ini, Fix"

"Apapun Demi Aruna-ku"

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang