Keputusan Pihak sekolah

18 0 0
                                    

Selama tiga hari ini Eza benar-benar mengabulkan permintaan Aruna yang pertama. Bersama ke sekolah, setiap pagi Eza datang dengan motornya ke rumah Aruna dan berangkat ke sekolah dengan mobil range Rover milik twins. Bukan hanya Aruna yang bahagia, Eza pun demikian. Zia dan Aruni juga merasakan hal yang sama, karena meski harus menjadi pengganggu moment berdua kakaknya, mereka tetap bersyukur sebab kakek berhasil membujuk papa untuk mengizinkan Eza bersama mereka ke sekolah.

Eza tidak hanya menjadi supir untuknya, Eza juga akan di ajak sarapan pagi dan makan siang bersama ketika mereka pulang sekolah. Kakek telah banyak membantu dalam hubungan mereka. Seperti janjinya, bahwa Kakek akan membantu Eza mewujudkan Janjinya pada Aruna.

Bahwa takdir sekalipun tidak akan pernah ku biarkan merenggut mu dariku.

Sama seperti janji kakek pada Istrinya dulu.

Hari ke empat ulangan, hari ini hanya diisi oleh satu mata pelajaran, maka dari itu mereka semua bisa pulang lebih cepat. Eza memarkirkan mobil twins di tempat biasa lalu membuka pintu untuk Aruna, dan pintu penumpang seperti kebiasaannya. Ia ikut masuk ke dalam rumah, duduk di meja makan menunggu hidangan makan siang untuk mereka. Setelah makan, Aruna dan yang lain berpamitan untuk berganti pakaian sedangkan Eza di ajak oleh kakek duduk di teras samping rumah.

"Kakek sehat?" Tanya Eza sekedar pembuka obrolan mereka.

"Sehat. Selalu sehat" jawabnya.

Eza tersenyum lalu mengalihkan pandangannya.

"Kamu tahu kisah Cinta papa kamu sebelum menikah dengan mama mu?" Tanya Kakek yang di jawab gelengan pelan oleh Eza.

"Kamu tidak pernah bertanya?"

"Tidak kek. Papa terlalu sibuk untuk menceritakan kisah cintanya." Katanya "tapi papa bahagia saat mengetahui kalau aku jatuh cinta pada Aruna, papa memberikan dukungan penuh kepadaku" ujarnya.

"Kamu tahu kenapa papa kamu sangat setuju kalau kamu sama Aruna merajut kasih?"

Lagi-lagi Eza menggeleng pelan.

Kakek tersenyum lalu mengalihkan pandangannya ke arah bunga-bunga di hadapannya, seolah menerawang jauh menembus cakrawala.

"Kakek akan ceritakan sabuah kisah Cinta yang tidak akan pernah kakek lupakan seumur hidup kakek."

Eza diam saja ingin segera mendengarkan apa yang akan kakek ceritakan padanya.

"Nayla,  ayo turun. Ijab Qabulnya Harus segera dilaksanakan" katanya Sekali lagi Namun Nayla Masih tetap berdiri di tempatnya.

Air matanya semakin deras Membanjiri pipinya.
Semua mata Seolah di buat tak berkedip oleh kejadian ini. Setelah lama menunggu Nayla yang tak kUnjung berjalan lAgi,  Kian Berdiri,  Melepas kopiah yang dipakainya Lalu berjalan Menaiki Tangga dengan Terburu-buru. Rahangnya Mengeras,  dengan Aura Muka Yang Memanas. Kian Memegang Tangan Nayla lalu membawanya Paksa Menuruni Tangga.

"Kian"

"Jangan Kasar"

Kian tidak Peduli dengan Semua Ucapan Itu. Ia tetap Membawa Nayla, membawanya Berjalan Menuju Tempatnya seharusnya duduk,  Pikir Nayla. Namun Nayla Salah,  Kian tidak Membawanya Ke depan Penghulu,  kian Melewati meja akad nikah. Ia Membawa Nayla kearah Selatan Rumah ini, tempat dimana Seseorang Berdiri dengan Air mata Yang mulai turun ke pipinya.

Iya,  Kian Membawa Nayla ke hadapan Dava.

Nayla di tempatkan tepat di dekat Dava oleh Kian. Dengan kasar,  Kian melepas Pegangan Tangan itu.
Semua Mata di buat Melotot dengan mulut yang terbungkam Rapat.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang