Harusnya aku dari mula dulu menyadari.
Bahwa diriku bukanlah
Yang terbaik untukmu.
Perihnya hati
Ini tiada siapa yang tahu
Cintamu bagaikan angin berlalu.**
Aruni menoleh heboh mendengar potongan lagu yang saat ini menjadi nada dering di ponsel kakaknya. Ia mengerutkan keningnya mendengar lagu itu. Tidak biasanya dering ponsel kakaknya berbunyi demikian, Aruna selalu menggunakan nada dering default dari ponsel.
"Kok ganti sih nada deringnya. Melow banget lagi" katanya saat melihat Aruna selesai dengan ponselnya.
Aruna tersenyum lalu kembali duduk di meja belajarnya. Nada dering itu memang baru dua hari ini ia gunakan, entahlah tapi Aruna suka dengan lagu itu.
"Gak apa-apa. Lagi suka aja sama lagunya. Nanti juga ganti lagi kalo sudah bosan.", Jawabnya santai.
Hari ini mereka pulang cepat dari sekolah. Kembali hanya satu mata ulangan mereka, dan itu terselesaikan dengan baik. Baru sekitar jam 2 siang, tapi keduanya sudah leha-leha di tempat tidur.
"Muka kamu kok makin pucat aja sih Runi, ada yang sakit yah?" Tanya Aruna saat menyadari perubahan pada adiknya.
Sedari tadi Aruni memang lebih banyak diam dari biasanya.
"Agak sedikit sesak aja kak. Tapi ini biasa kok" jawabnya seraya tersenyum.
"Sebentar" Aruna berlari keluar dari kamarnya menuju mobilnya untuk mengambilkan tabung oksigen yang biasa Aruni gunakan jika sedang sesak.
Rumah sedang sepi, tidak ada orang yang bisa ia mintai tolong sekarang.
Sekembalinya, Aruna langsung membantu Aruni berbaring lalu memasangkan oksigen itu ke hidung adiknya. Biasanya dengan begini rasa sesak di dada Aruni akan hilang dalam beberapa menit. Setelah merasa Aruni sudah nyaman di posisinya, Aruna mencarikan obat yang biasa Aruni minum lalu membantunya meminumkan obat untuk adiknya.
Aruna sudah terlampau biasa melakukannya sendiri, tidak ada rasa panik yang berlebihan, ketika Aruni sedang dalam keadaan seperti ini.
Hari ini Aruni tampak lebih pucat dari biasanya. Beberapa kali melakukan Cuci darah membuat Aruni kehilangan berat badan, rambut yang rontok dan Nafsu makan yang berkurang. Sama seperti semua orang yang pernah melakukan kemoterapi, Aruni juga sudah hampir kehilangan keseluruhan rambutnya, sudah tiga Minggu ini ia memakai bandana ke manapun untuk menutupi kepalanya. Tapi hal itu tidak membuat semangatnya surut untuk sembuh. Apalagi dokter Anisa sudah menetapkan jadwal operasi transplantasi ginjal untuknya. Semuanya akan selesai dalam waktu dekat.
"Runi, you okay?" Tanya Aruna saat melihat Aruni menutup matanya.
"Iya kak. Aku hanya sedikit mengantuk." Balasnya
"Apa Kita ke rumah sakit aja, kamu makin pucat loh itu." Ujarnya sedikit panik.
"Tidak kak. Aku hanya mengantuk." Katanya bersikeras.
Aruna tidak lagi memaksa. Ia membiarkan Aruni tidur dengan tenang, sementara ia tak hentinya mengirim pesan kepada semua orang yang di rasa berhak tahu kondisi Aruni saat ini. Aruna mengirim pesan pribadi kepada setiap anggota keluarganya, karena jika di kirim di group keluarga, Sudah pasti kakek akan tahu dan itu akan mengganggu kebahagiaannya hari ini di panti jompo.
Aruna menulis pesan yang sama kepada semua orang minus kakek.
Aruna: Aruni merasa sesak, tapi gak papa katanya. Dia lagi tidur sekarang.
Tak lupa mengirim foto Aruni yang sedang tidur dengan selang oksigen di hidungnya.
Aruna duduk di dekat Aruni, matanya tak pernah lepas dari wajah adiknya. memperhatikan nafas teratur Aruni, memastikan adiknya nyaman dalam tidurnya sampai ia ikut terlelap sambil memegang tangan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keputusan Takdir
Teen FictionBerbekal Nama Belakang kakeknya, Mereka berdua di kenal Banyak Orang. Pengaruh papanya di Negara ini juga sangat penting untuk membuat mereka tenar, baik di dunia nyata maupun di dunia Maya. Kembar Identik, yang jika di perhatikan sekilas nampak tid...