Terima Kasih Papa

19 0 1
                                    

"papa--" Ali berbalik menatap Dava yang baru saja keluar dari ruang kerjanya.

Weekend ini semua orang sedang berada di rumah. Tidak ada planning kemana-mana sebab Twins dan Zia sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional. Ketiga gadis itu juga jarang keluar kamarnya, mereka sangat mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan ini.

Dava berjalan menghampiri Ali yang menunggunya di depan Kamarnya. Orang tua itu baru saja selesai olahraga kecil di taman samping rumah.

"Bisa bicara?" Tanya Dava seraya merangkul bahu papanya, membawanya berjalan kembali, kali ini menuju taman belakang.

"Dava, papa Belum setuju diajak bicara." Ujarnya tetapi tetap saja mengikuti langkah Dava.

Dava mendudukkannya di bangku, lalu meminta kepada Bi Wati yang tidak sengaja melintas untuk membawakan mereka minuman dan cake yang di buat mama Nayla semalam.

"Sepertinya kamu ingin menyogok papa dengan makanan Manis. Wah ada apa ini?" Tuduh Ali lalu terkekeh.

Dava tersenyum lalu menatap orang tuanya. Orang tua tunggal yang sepanjang waktunya ia habiskan untuk membahagiakan dirinya. Orang tua tunggal yang sejak kelahirannya bertanggung jawab hingga detik ini atas hidupnya. Papa sekaligus mama untuknya. Satu orang yang luar biasa dalam hidupnya.

"Karena semalam Papa hanya di beri sepotong cake oleh menantu-menantu kesayangan Papa, makanya pagi ini aku mau kasi papa lagi. Kuenya pasti enak kan? Seperti biasa" seloroh Dava, senyumnya tidak luntur sedikitpun meski wajahnya sudah mulai dimakan usia.

"Oke, jadi apa yang mau kamu bicarakan? Papa tidak punya banyak waktu untuk bersantai Dav" ujarnya di Sertai tawa renyahnya.

"Iya tahu, yang sudah Rindu istri cantiknya. Sabar yah pah, nunggu besok. Kita ke makam Mama" katanya lagi.

"Jadi?" Pancing Ali.

Dava tersenyum lagi pada papanya lalu menghembuskan napasnya pelan. "Aku mau berterima kasih pada Papa karena telah membawa anakku pulang ke sini. Aku gak tau apa yang papa lakukan sampai Aruna yang keras kepalanya sama sepertiku bisa melunak di tangan papa." Ujarnya.

Orang tua itu tertawa kecil. "Ini sebenarnya bukan sepenuhnya karena papa. Ada campur tangan adik-adiknya, teman-temannya dan Eza tentunya. Ide papa muncul sesaat setelah mendengar kabar bahwa dia pingsan karena kebanyakan makan." Jelas Ali.

Kening Dava Mengerut. Dia memang belum mengetahui alasan kepulangan Aruna ke Indonesia, bahkan anak gadisnya itu memilih kembali tinggal bersamanya dan melupakan Singapore dan kompensasinya.

"Yang papa dengar di dalam ruang perawatan Aruna, Mereka saling Menyalahkan." Dava diam mendengarkan Ali. Dia perlu tahu, agar bisa mengucapkan terima kasih kepada mereka semua yang ikut andil.

"Kata Zia, Sore itu mereka lagi di sirkuit nonton Eza balapan dengan Dion. Kebetulan Zia Live IG, dan Aruna meminta Zia agar menyuruh Eza stop balapan, tapi anak-anak itu malah ngomporin Aruna dengan bilang sebentar lagi dapat PJ dari Eza dan adik kelasnya. Aruna cemburu berat, dia nangis berjam-jam sampai Eza menjelaskan padanya bahwa ia tidak ada hubungan apapun dengan gadis manapun. Setelah itu Aruna baru mau makan, dan makan dalam jumlah yang banyak. Lalu akhirnya Aruna pingsan dan di bawa oleh Sulthan ke Rumah sakit."

Dava hanya menganggukkan kepalanya paham. Takdir sepertinya sedang berpihak padanya.

"Kebetulan yang mungkin di ridhoi takdir, Dokter Rindu yang menggantikan Suaminya di rumah sakit itu, menangani Aruna. Papa bekerja sama dengannya, dengan mengatakan Aruna harus rawat intensif disana, tapi Aruna punya pilihan. Jadilah Aruna memilih pulang bersama papa."

"Lalu kenapa Eza dan Aruni bisa ada di Singapore, tidak minta izin pada kami"

"Itu karena Sulthan panik lantas menghubungi Aruni. Sulthan tahu, Kalian Semua di Amerta. mereka banyak membantu kepulangan Aruna. Intinya mereka semua bekerja sama untuk membuat Aruna cemburu sampai sekarang Aruna dan Eza balikan."

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang