Aruna Sakit.2

13 1 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 02.34 Am dan mereka masih menunggu di depan ICU, Aruni sudah tertidur di kursi tunggu berbantalkan paha Sulthan, sementara Eza masih saja sibuk mondar-mandir di depan pintu ICU berharap ada Pergerakan dari dalam sana tapi nyatanya sampai saat ini tidak ada satupun perawat atau dokter yang keluar dari sana.

"Tenang bro, gue yakin dia kuat. Dia sudah pernah melewati masa yang lebih parah dari ini. Dan dia tetap bisa bertahan." Ujar Sulthan berusaha menenangkan Eza.

Eza hanya menatapnya tanpa memberikan komentar apapun.

"Kalian tuh sama yah, pantas saling sayang. Sama-sama cuek, kalo sudah panik gak ada orang yang dihiraukan." Sulthan terkekeh ringan.

Eza mendudukkan dirinya di samping Sulthan, sepertinya ia harus tau siapa Sulthan ini sebenarnya.

"Kayaknya Lo tau banyak Bro" ujar Eza berusaha basa-basi.

"Enggak juga sih." Balas Sulthan tenang.

"Lo Suka sama dia?" Tanya Eza

"Iya suka, tapi dia gak suka sama gue." Sulthan lagi-lagi terkekeh.

Eza menatap sultan dengan kilat cemburu dimatanya, bagaimana lelaki di hadapannya ini bisa bicara sesantai itu padanya sedangkan Eza tahu kalau Sulthan pasti tau perihal hubungannya dengan Aruna.

"Terima kasih yah sudah mau jaga Aruna disini" balas Eza. Ia sedang berusaha menahan gejolak cemburu di hatinya.

"Itu tugas gue Bro." Katanya lalu tersenyum.

Eza kembali diam, tidak tahu harus berkata apa lagi pada lelaki ajaib bernama Sulthan di depannya ini. Semetara Sulthan sibuk mengusap rambut Aruni yang tertidur di pangkuannya.

Setelah beberapa saat berlalu, seorang perawat keluar dari ruang ICU, membawa selembar kertas yang perlu di tanda tangani, Eza menatap Sulthan, tetapi Sulthan tidak memberikan jawaban yang Eza inginkan.

"Apa ada orang tua yang bisa bertanggung jawab dalam hal ini?" Tanya suster tersebut pada Eza.

"Orang tuanya di Indonesia sus, semua keluarganya ada di Amerta. Apa bisa menunggu sampai pagi?" Eza melirik arloji di tangan kanannya.

"Baiklah dek, kami akan menunggu sampai Keluarganya Datang. Tapi tolong, tidak lebih dari hari ini"

"Baiklah suster, terima kasih"

Suster tersebut kembali masuk ke dalam ICU. Baik Eza maupun Sulthan tidak bisa menandatangani berkas tersebut sebab Mereka tidak tahu bagaimana pendapat para orang tua nanti. Berkas tersebut adalah permintaan Perawatan intensif  bagi Aruna selama masa pemulihan di rumah sakit ini, yang artinya Aruna harus tinggal di rumah sakit selama kurang lebih 3 bulan lamanya. Eza dan Sulthan tidak mau main setuju saja jika belum mendengar perintah dari keluarga Aruna.

"Za, apa Lo sudah kabarin orang tua twins?" Tanya Sulthan memecah hening diantara mereka berdua.

Eza menggeleng . Ia tidak berani mengganggu mereka yang lagi di Amerta, karena Eza tahu proyek yang mereka tangani disana sangat penting dan memerlukan perhatian lebih.

"Lalu apa yang bisa kita lakukan?" Tanya Sulthan yang sama buntunya dengan Eza.

"Bagaimana kalo saya hubungi Opa Richard saja dan memintanya memberitahu kakek Ali?" Ujar Eza

"Idemu yang terbaik saat ini. Tapi apakah itu tidak menganggu kesehatannya?"

"Semoga saja Tidak"

Sulthan mengangguk sementara Eza sedikit menjauh, mengambil Ruang untuk mengabari Opa Richard di Indonesia. Semoga keputusannya menelpon Opa Richard pada jam 3 dunia hari ini tidak salah.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang