Drop.2

17 1 0
                                    

Dava dan Nayla sampai di rumah sakit bersamaan dengan Benua dan Shafana, mereka berempat sama-sama berjalan cepat menuju UGD. Di depan UGD nampak tiga orang yang menunggui Aruni. Eza dengan senyum yang selalu setia di bibirnya, Aruna dengan wajah lesunya dan Zia dengan raut lelahnya. Mereka sama Khawatirnya, mereka sama takutnya. Nayla mengusap kepala Aruna tanpa mengatakan apapun lalu duduk di dekat anaknya. Setelah sadar bahwa mamanya ada di dekatnya, Aruna segera menghambur ke pelukan Nayla. Menenggelamkan wajahnya di dada mamanya. Mencari ketenangan di sana. Dava dan yang lain menyapa Eza dan Zia bergantian. Shafana di dekat Zia lalu memeluknya, sedangkan Benua mengintip di celah kaca yang bisa membuat ia melihat Aruni di dalam sana.

"Terima kasih sudah mau di repotkan oleh anak-anakku Eza.", Ujar Dava. Ia tersenyum pada Eza.

"Tidak om, aku menganggap ini adalah kewajiban untuk membantu Aruna menjaga adiknya."

"Terima kasih sudah hadir dalam kehidupan putriku" ujar Dava lagi kali ini segera memeluk Eza.

Dava tidak tahu kenapa ia sampai melakukan ini, yang pasti perasaannya sedang kalut dan resah. Mengerti hal itu, Eza membiarkan Saja Dava Memeluknya sedikit lama.

"Maafkan Aruna mah, Pah" lirih Aruna di dalam pelukan mamanya.

Dava menoleh padanya, Beranjak ke dekatnya lalu mengambil Alih badan Aruna dari pelukan Nayla.

"Tidak nak. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Bukankah sudah ada jadwal operasi untuk adik kamu? Anggap saja ini sebuah kecelakaan, bukan kelalaian kamu. Kamu adalah kakak terbaik untuk Aruni"
Ujar Dava berusaha menyemangati Aruna yang perasaannya sedang drop.

"Tadi dokter Anisa bilang, mama dan papa di Minta ke ruangannya." Ujar Zia di sela rasa sesak ini.

Nayla dan Dava berdiri dari tempatnya, meninggalkan mereka lalu segera menemui dokter Anisa di ruangannya.

Sementara itu di dalam UGD terjadi pergerakan yang membuat Benua sedikit panik, suster mendorong Brangkar adiknya keluar dari UGD . Sampai di pintu Benua menahannya lalu menatap pada Susternya.

"Mau di bawa kemana adik saya sus?"
Tanyanya tidak sabar.

"Maaf pak, Nona Aruni akan kami pindahkan ke ICU" jawabnya lalu kembali mendorong Brangkar Aruni

Mereka mengikuti di belakangnya, Benua sampai membantu Suster mendorong Brangkar adiknya hingga mereka sampai di depan ICU.

"Apa adik saya belum sadar Sus?" Tanya Benua kembali.

"Belum pak. Tapi Nona Aruni sudah berhasil melewati masa kritisnya."

Ada kelegaan tersendiri untuk siapapun yang mendengar ucapan suster yang membawa Brangkar Aruni, Aruna sampai memejamkan matanya saking leganya mendengar berita ini. Tangannya di genggam oleh Eza dengan kuat di Sertai senyum manisnya.

"Aku sudah bilang, dia kuat", ujar Eza seraya tersenyum. Aruna menganggukkan kepalanya setuju.

"Apa kami sudah bisa melihatnya ke dalam sus?", tanya Shafana.

"Maaf Bu, tapi kondisinya masih belum stabil. Sebaiknya nanti saja, biarkan pasien istirahat dengan tenang dulu"

Shafana mengangguk memakluminya,  lalu tersenyum mengantar kepergian suster yang mengantar Aruni ke ICU.

"Za, Zi Abang bisa minta tolong beliin Air mineral dengan Makanan Kecil? Aruna butuh itu sekarang" ujar Benua pada Eza dan Zia.  Yang di sebut namanya mengangguk lalu berjalan bersama meninggalkan mereka bertiga di depan ICU.

Benua sengaja melakukan itu, padahal Aruna bahkan tidak memikirkan untuk makan apapun, Sekarang. Tapi Benua perlu waktu untuk bicara baik-baik dengan adiknya ini.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang