Reza Brama Abraham

18 2 1
                                    

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Eza pertama kali saat ia dan Aruna di tinggal berdua di dalam ruang rawat Aruna.

Semua orang sedang berkumpul di ruang istirahat Aruni,  mungkin sengaja memberi ruang pada Eza dan Aruna. Atau mungkin semua ini di atur oleh Zia atau Shafana.

"Aku tidak memikirkan apa-apa, Za" jawabnya pelan

"Kenapa sampai kamu susah tidur?"

Aruna tersenyum lalu meraih tangan Eza yang lelaki itu letakkan di dekat tangannya yang sedang di infus.

"Aku tidak tahu. Ini mungkin hanya insomnia biasa"

"Tapi kamu jatuh dari lantai dua rumahmu. Itu sangat tinggi dan sangat berbahaya Aruna" suara Eza naik setengah Oktaf.

"Tapi aku tidak apa-apa sekarang"

"Itu karena kamu jatuh di kolam, tapi bagaimana kalau kamu jatuh ke lantai, apa yang akan terjadi padamu?" Ujar Eza semakin tinggi. Naik satu oktaf. Eza kesal karena perbuatan bodoh Aruna.

"Maafkan aku" sesalnya.

"Ini bukan tentang memaafkan Aruna. Aku khawatir setengah mati" ungkapnya dengan jujur. Matanya berkaca-kaca menatap Aruna yang sedang menyesali perbuatannya.

Perbuatannya ini membuat semua orang menjadi khawatir dan repot. Belum lagi Shafana yang harus pingsan karena melihatnya terjun ke bawah.

"Aku mengikuti saran dari dokter Anisa, tapi caraku salah. Please jangan marah" pintanya seraya menggoyangkan tangan Eza.

"Aku bukan marah Aruna. Aku khawatir. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Bagaimana kalau kamu-------" Eza tak sanggup melanjutkan ucapannya. Ia menggeleng keras menghalau rasa sesak di dadanya.

Aruna bangun dari tidurnya lalu memeluk Eza yang duduk di sampingnya. Pelukan yang secara langsung bisa menenangkan bagi Aruna dan Eza sendiri.

"Maafkan aku", lirihnya dalam pelukannya.

Eza tak mengatakan apapun, tetapi ia semakin mengeratkan pelukannya pada Aruna.

"Maafkan aku"

Hari ini Aruna berencana menjauhi Eza, hanya ingin melihat reaksi dirinya dan reaksi Eza saat ada jarak diantara mereka. Tetapi sedari pagi Aruna merasa ada yang lain saat ia tidak membalas pesan Eza. Aruna juga merasakan sesak saat melihat semua bentuk perhatian Eza padanya. Meski sebenarnya Aruna juga tidak menginginkannya.

Reza Brama Abraham. Seseorang yang tidak pernah Aruna harapkan mengisi hari-harinya, tidak pernah Aruna bayangkan untuk membuatnya merasa nyaman dan bahagia dalam harinya, dan perlahan tidak pernah Aruna inginkan untuk jauh darinya. Aruna tahu, Eza mencintai dirinya seperti ia mencintainya, tapi ada beberapa hal yang mengganggu pikiran dan mengganjal hatinya, perihal Eza dan kelanjutan hubungan mereka.
Perihal Jatuh Cinta pertama Eza, itu bukan pada Aruna, Tapi pada Foto Aruni yang di posting di media sosialnya.

Seorang suster masuk ke ruang perawatan Aruna, ia mengatakan akan melepas infus di tangan Aruna dan sudah memperbolehkan Aruna untuk Pulang. Eza tersenyum ramah padanya lalu memberi ruang pada Susternya untuk melakukan tugasnya. Selanjutnya Eza membantu membereskan barang Aruna yang tidak seberapa itu, lalu membantu Aruna berjalan ke kamar mandi untuk mengganti bajunya dan menunggunya hingga selesai. Aruna keluar dari kamar mandi dibantu Eza dan di dudukkan di kursi roda untuk dibawa ke ruang istirahat Aruni.

**

"Aruna" seru Aruni saat melihat kakak kembarnya tersenyum manis padanya. Aruna Bangun dari tidurnya lalu meraih Aruna ingin memeluknya.

Nayla dan Dava memberi ruang untuk kembar mereka saling memeluk.

"Kakak  sudah tidak apa-apa?" Tanya Aruni

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang