Epilog

29 0 1
                                    

"Jadi, Waktu kakek meninggal, Zian masih kecil kak?" Tanya anak lelaki berumur menjelang 5 tahun itu, kepada ke-empat kakak perempuannya.

"Berarti Zian juga di sayang kakek dong yah, bukan hanya kak Aruna, Kak Aruni dan kak Zia? Apalagi kak Shafana." Matanya berkedip polos memandang satu persatu wanita cantik yang mengelilinginya.

"Andai saja waktu itu Zian sudah besar, Zian juga pasti meminta kepada kakek untuk di jodohkan juga." Katanya pelan.

Keempat perempuan itu saling pandang dengan kening mengerut.

"Hey, memangnya Zian tahu di jodohkan itu apa?" Tanya kakaknya, Zia.

"Tahu dong. Di jodohkan itu Di sayang banget sama kakek, sampai di jagain banget. Dijamin masa depannya, apa-apa kakek yang atur. Pokoknya kakak-kakak ini tinggal jalanin hidup deh." Jawabnya sok dewasa.

Keempat perempuan itu tertawa sembari menggelitik perut Zian, sampai anak laki-laki itu meminta ampun.

"Sok dewasa banget nih anak ya Allah." Seloroh Zia lalu tertawa.

Empat Tahun telah berlalu dan mereka masih hidup bersama di rumah yang sama. Meski beberapa bagian rumah sudah ada yang di renovasi, tetapi tidak mengubah setiap sudut kenangan yang tercipta di tempat ini. Rumah ini masih Rumah keluarga Revand yang hangat, yang penuh kasih sayang, yang nyaman. Tempat pulang terindah setelah penat di luar mengurus seluruh harta peninggalan kakek Aliando Revand.

Membahas tentang Harta peninggalan, para orang tua di keluarga ini membuat sebuah kesepakatan yang di Amini mereka semua. Bahwa, Seluruh perusahaan tetap atas kendali papa Dava, di bantu oleh Papa Alan. Sedangkan Nania Tower, telah di serahkan sepenuhnya kepada Benua, sebagai penanggung jawab. Dav's Entertainment juga demikian, beberapa bulan yang lalu telah diadakah serah terima jabatan dari Papa Dava Kepada Aruna yang akan menggantikannya mengurus Dav's. Perusahaan yang bergerak di bidang advertising yang telah merambah ke Fashion dan kecantikan juga yang sangat di sayangi oleh Kakek.

Lalu Zia, setelah Lulus dari kampusnya di Singapore, ia juga di limpahi tanggung jawab mengurus seluruh Coffishop yang nyatanya mempunyai beberapa anak cabang di kotanya. Menyusul Aruni, yang dari awal mengambil Jurusan kedokteran harus putus di tengah jalan sebab ia merasa Passion-nya juga ada di Bisnis, jadilah Aruni berusaha menyusul Zia dan Aruna dengan kuliah Manajemen.

Hidup mereka yang sedari awal di susun dan di rencanakan dengan Indah berjalan sesuai dengan keinginan kakek. Mereka benar-benar bahagia, meski ada sudut hati yang hampa akibat kehilangan.

Seperti pagi pada hari Minggu, mereka tidak lupa menyempatkan waktu untuk berkunjung ke makam orang-orang yang mencintai mereka tanpa syarat.  Bahkan sudah sejak lama, setiap hari Minggu, tidak ada acara Lain sebelum berkunjung ke tempat peristirahatan terkahir keluarganya.

Mama Nayla berjalan dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya, menggendong cucu pertamanya, seorang perempuan berusia 3 tahun yang menggemaskan. Berusaha menjauhkannya dari para Uncle yang sedang berdebat suatu hal yang tidak penting, namun selalu terjadi setiap akan berkunjung ke makam.

"Loh, kenapa Lily sama Oma sih? Papa dimana?" Tanya Shafana Setelah melihat anaknya berusaha meraih pundaknya untuk di gendong.

"Di sana" tunjuknya pada pintu penghubung ruang keluarga dengan Taman samping.

"Biasa lah, mereka lagi memperdebatkan sesuatu yg tidak penting. Makanya mama bawa Lily jauh-jauh dari sana." Timpal Nayla lalu ikut duduk bergabung bersama.

Kening mereka mengernyit bingung, apa yang mereka perdebatkan sepagi ini.

"Sayang Minggu ini giliran aku kan yang nyetir mobil ke makam?" Ujar suara Azan mencari pembelaan.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang