Benua dan Shafana

22 1 0
                                    

Pagi ini seperti biasa, Kembar di bangunkan oleh Zia lantaran mereka harus melakukan kegiatan rutin mereka pada Minggu pagi. Mereka harus mengunjungi Makam para orang tua, mereka harus melepas Rindu yang selama seminggu ini membuncah di dada. Kembar Segera bersiap di tengah Omelan panjang Zia, selalu saja seperti itu. Mereka berdua selalu membuat Zia harus marah-marah sepagian karena mereka berdua tidak ada yang bisa cepat bangun. Beruntung hari ini Mama Nayla, Papa Dava, Mamey dan Papa Alan sedang tidak ada di rumah, jadi Zia dengan bebasnya berteriak pada kedua kakaknya.

"Itu di depan kakek sudah menunggu kita, kalian berdua lama banget sih. Ngapain aja semalaman sampai telat banget gini" omelnya tanpa henti, jika saja mungkin terlihat, maka orang akan melihat Rambut Zia berdiri, atau akan keluar tanduk merah di kepalanya saking emosinya.

"Aruni ngajak nonton Drakor Zi. Bukan salahku" kilah Aruna.

"Kalian sama aja. Kalo gak main game yah nonton Drakor, atau paling parah Kerja di malam Minggu" cibirnya seraya terus memperhatikan kembar yang berjalan grasak-grusuk di dalam kamarnya mempersiapkan dirinya.

"Untung gak ada mama yah" celetuk Aruni yang membuat Zia semakin geram. Anak ini bukannya merasa bersalah malah bicara soal untung.

Tok tok tok

Terdengar suara pintu di ketuk sebelum Pintu tersebut berderit dan terbuka. Shafana disana dengan pakaian casual yang sangat cantik menurut Zia. Shafana mengenakan atasan Polos dan celana kain polos berwarna Krem yang membentuk tubuhnya. Zia melihat body model dalam diri Shafana hari ini.

"Maaf, pak Revand sudah menunggu. Pak Benua juga sudah mencak-mencak karena Sudah lapar dan kalian belum siap" katanya.

Aruni melotot. Kalau sudah seperti ini pasti imbasnya pada Shafana lagi.

"Maaf kak, pasti kena marah Abang lagi yah?" Sesal Aruni.

"Enggak. Saya diminta untuk memanggil kalian saja" shafana tersenyum di tempatnya berdiri.

"Kita hampir siap kak" ujar Aruna seraya mengikat tinggi rambutnya, seperti ekor kuda, memperlihatkan leher putih jenjangnya.

"Ada yang bisa saya bantu sebelum saya turun?" Tanyanya

"Enggak kak, kita sudah siap. Ayo turun" ujar Aruni lalu meraih tangan Shafana. Mengamitnya turun menuju meja makan tempat kakek dan Abangnya menunggu.

Di meja makan yang mempunyai hampir 20 kursi itu telah duduk kakek dan Benua, kakek menyambut mereka dengan senyum, begitupun dengan Benua. Pemandangan indah yang kembar dan Zia lihat pagi ini. Ada yang berbeda dari abangnya. Ada senyum di bibirnya pagi ini. Hal yang masih belum sampai di pikiran mereka.

Usai sarapan dan mengingatkan Soal obat Aruni, mereka segera bersiap ke Makam. Hari ini hanya ada kakek sebagai orang tua yang menemani mereka, ada Shafana sebagai orang baru, dan mereka semua. Mereka menggunakan mobil biasa, yang memuat banyak orang. Sebuah Alphard yang di peruntukkan untuk  kepentingan jalan kakek.

Ada yang berbeda dari Benua. Mulai dari senyumnya sepagian dan candaannya di mobil bikin mereka semua berpikir. Sepanjang jalan Benua terus menggoda adik-adiknya. Mulai dari Zia yang katanya tidak mirip Mamey, Zia juga katanya tidak cocok jadi model karena ia tidak secantik Mamey, lalu Aruna yang katanya mirip papanya, yang di jajah sejak SMA. Bekerja di perusahaan yang katanya hanya hobby tapi nyatanya hampir di prioritaskan olehnya. Lalu Aruni yang yang di Bebani banyak peraturan dan syarat dalam kesehariannya. Hingga tanpa sadar mereka sudah sampai di parkiran pemakaman.

Kakek Ali berjalan cepat dan paling depan menuju tempat peristirahatan terakhir orang-orang yang di cintainya.

"Assalamualaikum sayang" ujar Kakek setelah duduk di dekat makam Oma Prilly, Istrinya.
"Hari ini aku datang bersama cucu-cucu kita. Maaf, anak-anak sedang ada urusan diluar jadi tidak sempat ikut. Oh iya, ada cucu nakalmu, dia datang bawa ceweknya" ujar Kakek yang membuat Kening semua orang mengernyit. Tidak paham dengan ucapan kakek.

Keputusan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang