Malam menjemput Senja yang perlahan terusir oleh keremangan. Aktifitas di dalam rumah besar keluarga Revand menjadi lebih sibuk dari biasanya. Zia sibuk dengan Ponselnya, Aruna dan Aruni mondar mandir mengambil sesuatu yang di perintahkan, sementara Kakek Gantengnya menunggu di sofa dengan perasaan cemas. Malam ini suasana di rumah keluarga Revand memang sedikit berbeda dari biasanya. Meisya, Menantu Ketiga di keluarga ini membuat mereka semua panik. Mungkin sudah mau melahirkan, atau mungkin ini hanya kontraksi palsu, atau hanya kontraksi biasa, tetapi Meisya belum mau ke rumah sakit. Meisya belum mau di panggilkan dokter. Ia masih bertahan dengan menggunakan caranya sendiri.
Wajah kesakitannya, keringat dinginnya, dan perutnya yang kian membesar tak membuat Meisya mendengarkan ucapan Alan untuk segera dibawa rumah sakit. Meisya hanya mondar-mandir di depan tv sembari mengelus pinggang belakangnya. Sesekali mengusap perutnya. Sementara Aruna dan Aruni menyiapkan semua yang diinginkan mama Meisya. Zia sibuk mengabari semua anggota keluarganya, Terutama Bunda yang masih di Singapore.
"Mey, dengerin papa nak. Kamu harus ke rumah sakit sekarang.!" Titah Ali. Sedari tadi memang hanya itu yang bisa ia ucapkan pada menantunya.
"Pah, aku gak mau operasi, aku mau lahiran Normal. Aku ingin merasakan sakitnya melahirkan normal. Agar aku lebih menghargai orang tuaku, agar aku bisa menceritakannya suatu saat nanti kepada anak cucuku, bagaimana sakitnya melahirkan." Ujarnya sembari terus berjalan.
"Tapi di rumah sakit ada dokter sayang. Kalaupun kamu mau melahirkan Normal setidaknya ada dokter yang mendampingi." Ujar Alan. Sudah sedikit frustasi dengan kelakuan istrinya yang tak kunjung mau di ajak ke rumah sakit.
"Kak Alan, kalau aku di rumah sakit, kamu sudah pasti akan setuju aku SC, aku gak mau itu" bantahnya.
"Enggak sayang. Aku janji. Asal kamu mau ke rumah sakit. Aku gak mau sesuatu terjadi sama kamu. Kita harus ke Rumah sakit sekarang." Paksa Alan
"Benar sih mah kata papa, aku juga worry banget liat mama kayak gini." Ujar Zia berusaha membujuk.
"Tapi kamu harus janji aku gak bakalan SC" ujar Mey memberikan peringatan.
"Iya sayang. Iya, aku janji" ujar Alan meyakinkan. Hatinya sedikit lega sebab Meisya sudah berubah pikiran.
Aruna meraih kunci mobil Alphard yang biasa mereka gunakan saat bepergian dalam jumlah yang banyak. Zia dan Aruni di bantu oleh beberapa ART membawakan barang-barang Meisya ke mobil, sementara Ali membantu Alan membawa Meisya berjalan menuju mobil.
Aruna berada di balik kemudi, sementara Aruni dan Zia di jok paling belakang. Di samping Aruna di isi oleh kakek, lalu papa Alan duduk di samping Meisya di jok tengah.
"Kamu yakin bisa bawa mobilnya Runa?" Tanya Alan sebelum Aruna menjalankan mobilnya.
"Yakin pah." Katanya seraya tersenyum. Mobil berjalan, meninggalkan rumah mereka.
"Mama Nayla dan papa Dava Sudah on the Way rumah sakit juga. Kita di tunggu disana. Papa katanya sudah melapor kalau maMey mau lahiran." Lapor Zia setelah mendapat kabar dari Dava.
"Kerja sama yang baik nak. Kakek bangga" ujar Ali lantas tersenyum.
Hidupnya terasa sangat bahagia. Di kelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya. Entah apapun Ali di masa lalu, ia bersyukur di hidupkan kembali menjadi Aliando Revand yang di kelilingi banyak cinta dalam hidupnya.
*
Sampai di rumah sakit, mama Meisya menolak menggunakan brangkar ataupun kursi roda. Ia hanya mau berjalan ke ruang persalinan, sembari di pegang oleh papa Alan. Dava dan Nayla sudah menunggunya di sana, mereka berdua menghampiri lalu membantu Meisya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keputusan Takdir
Teen FictionBerbekal Nama Belakang kakeknya, Mereka berdua di kenal Banyak Orang. Pengaruh papanya di Negara ini juga sangat penting untuk membuat mereka tenar, baik di dunia nyata maupun di dunia Maya. Kembar Identik, yang jika di perhatikan sekilas nampak tid...