Kehilangan teman tak pernah menjadi sekedar "luka kecil".
Saat temanmu meninggal karena sakit, kamu akan bertanya-tanya mengapa kamu tak lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Saat temanmu meninggal karena kecelakaan, kamu akan menyesal karena tak cukup menaruh kepedulian. Atau saat temanmu meninggal karena zombie, kamu akan tersiksa oleh suara jahat di kepalamu, yang bertanya kemana saja kamu saat orang terkasihmu butuh bantuan.
Kehilangan teman, bagaimanapun caranya, seolah menciptakan lubang hitam di hati kita. Tapi Grace bersikap terlalu keras pada dirinya sendiri. Dia tidak membiarkan duka mengalihkan tujuannya dan ikut dengan para laki-laki mengamankan tas Jeno.
Mereka ber-5, 4 pemuda dan 1 perempuan, kemudian berkumpul mengamati zombie yang menyebar di lapangan.
Dengan sedih, Mark menyadari teman-temannya telah berubah dari manusia ke monster yang takkan ragu mengoyak tenggorokannya jika ada kesempatan.
Gerbang yang roboh kini tergeletak seperti lempengan besi berkarat yang tak berguna, bersanding dengan mobil patroli polisi yang salah satunya terbuka sedangkan yang kedua一posisinya agak jauh di luar area sekolah一tertutup rapat.
Jaemin mengamati mobil kedua itu dengan intens. Ambisi yang membara menyala di matanya. "Mark-hyung, aku pengen ngambil pistol di mobil itu, apa kira-kira bisa?"
Mark tidak membantahnya. Dia tahu semakin banyak senjata yang mereka punya, akan semakin terjamin keadaan mereka nantinya. "Entah, gimana menurut kamu?"
Dia lantas menoleh pada Haechan yang berdiri di samping Grace. Ada jarak lebar antara keduanya dengan Mark, Jaemin dan Renjun, seakan mereka sengaja memisahkan diri, tapi mereka sendiri bisa dibilang saling merapat.
Tidak begitu mengerti apa yang terjadi di kafetaria一mereka hanya menjelaskan samar-samar一namun Haechan tak lagi menyuruh Grace menjauh.
"Haechan?"
Haechan sepertinya terkejut Mark bicara padanya, terlebih meminta pendapatnya. "Pistol? Bisa aja asal kamu punya nyali. Polisi biasanya keliling pakek sistem 2 orang, jadi kemungkinan ada 2 pistol dan 2 zombie."
"Aku bisa beresin mereka sendiri." Sahutan Jaemin terdengar agak memaksakan diri. Ada keberanian yang ingin ia buktikan. "Aku bakal ngambil dua-duanya."
"Kepala kamu luka." Renjun melempar pandangan pada bagian belakang kerah seragam Jaemin yang dihiasi bercak-bercak darah. "Apa nggak sebaiknya aku aja yang ambil? Nggak lucu kalau tiba-tiba kamu pingsan di sana."
"Ini bukan apa-apa." Padahal bila ditengok dari besarnya bunga darah yang merekah di sana, Jaemin jelas mengeluarkan cukup banyak darah. "Aku bisa一"
"Nggak." Mark menolaknya. Memiliki ambisi memang bagus, tapi ambisi yang terlalu menggebu-gebu justru akan menyebabkan dia terbunuh. "Jangan. Aku tahu kamu kesel sama Haechan一" di sini Haechan tertawa. "一tapi aku butuh kamu buat nyetir mobil karena Jeno nggak ada. Aku mau setiap saat kita bisa langsung berangkat kalau ada masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...