"Aku adik tirinya. Saudara satu ayah."
Rahang Mark Lee terbuka begitu lebar hingga terlihat seolah bisa menelan gajah bulat-bulat. Dia memandang Grace dan Jisung bolak-balik. Rasa tak percaya berkilat di matanya, kala analisisnya sama sekali tidak menemukan kesamaan.
Jisung bermata sipit, Grace lebar. Jisung tinggi, Grace mungil. Berkulit putih, gelap. Ekspresif, datar.
Selain itu, ada permasalahan yang mencolok. Misalnya一
"Marga kalian beda," ujar Haechan, menunjuk name tag Jisung yang meski kotor masih bisa terbaca jelas. "Kalau saudara seayah bukannya harusnya sama?"
Jisung mematung, sementara Grace tampak kesal. Itu tampang yang sama yang ia beri pada Jinho, pada guru yang menyita novelnya, pada hal-hal yang tidak berjalan sesuai rencana. Grace Moon yang teratur membenci segala sesuatu yang menyimpang dan tidak mengikuti skenario dalam kepalanya.
"Sebenernya ini urusan keluarga, tapi kalau kamu mau tahu, orang tuaku cerai waktu aku masih bayi. Dan aku pakai marga Mama aku."
"Ah." Haechan mendesah puas. Matanya memperhatikan Jeno dan Jaemin, lalu Grace dan Jisung, dan ia tertawa.
Mark tahu apa yang ia pikirkan tanpa perlu memiliki kemampuan magis mind reading. Jadi di kelompok ini ada 2 pasang saudara yang sangat berbeda, ya?
Ada si kembar yang tak terpisahkan. Dan ada kakak-adik tiri yang 1 pihak tidak mau hubungan mereka diketahui, bahkan mengklaim adiknya adalah "kenalan biasa".
Tidakkah itu menarik?
Mendadak suasana berubah canggung, dan terancam menjadi lebih canggung lagi saat Jaemin hendak bertanya. "Tunggu, apa kalian一"
"Gimana kalau kita lanjut?" Mark menyela, tidak ingin Grace menjadi lebih marah dari ini. Tanda-tandanya sudah terlihat. Dan itu benar-benar tidak bagus.
Grace yang terlanjur terusik memutar botol terlalu keras. Dan tada, botol itu berhenti tepat di hadapan sang adik.
"Aku?" Jisung menggaruk keningnya. 1 perbedaan lain dengan Grace adalah, dia tidak mahir bicara. "Park Jisung. Aku murid akselerasi一"
"Oh?" Giliran Jeno yang memotong. "Berapa umur kamu? 13? 14?"
Jawaban yang benar adalah, "15. Cuma loncat kelas setahun."
Mark tersenyum. Dia menunjuk dirinya dan Grace. "18." Lalu si kembar, Haechan yang katanya sekelas dengan mereka, Renjun. "17." Berikutnya Chenle. "16, iya kan? Berarti kamu maknae-nya, Jisung."
"Tapi kenapa yang paling kecil malah aku?" Renjun memprotes tak jelas pada siapa, mungkin hanya pada dunia dan takdir yang membuat tinggi badannya minimalis.
Mendengar itu, Jaemin dengan lembut menepuk-nepuk punggungnya. "Sabar, mungkin itu kutukan sampai kamu tua."
Pemuda itu menggerutu, yang membuat semua orang, kecuali Grace dan Haechan, nyengir.
Tanpa perlu diundi lagi, orang terakhir yang harus bercerita adalah Haechan, dan Mark bisa melihat gagasan tentang mengupas dirimu dihadapan sekumpulan orang asing tidak menyenangkannya. "Lee Haechan. Rumah aku nggak jauh dari sekolah, deket kantor polisi Uinam, jadi nanti setelah keluar dari sini aku bakal pisah sama kalian, tenang aja."
Begitu kata tuan yang ahlinya merusak suasana.
Diam-diam Mark mengerang dalam hati, dibuat kelabakan mencari topik yang dapat mencairkan permusuhan. "Kamu ... Kamu katanya baru pindah semester ini, bener? Sebelumnya sekolah di mana?"
"Bukan sekolah yang penting." Haechan jelas-jelas menghindar dan merasa tidak nyaman. "Itu masa lalu."
Tapi Renjun, yang menelengkan kepalanya, tak diragukan lagi tahu sesuatu. "Daeun kan? SMA Daeun."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanficJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...