6 februari 2021, pukul 07.21.
Kalau kamu diberi sehari dimana 1 doamu pasti sampai ke langit dan dikabulkan, kira-kira apa yang akan kamu minta?
Mereka yang hidup dalam jerat kemiskinan mungkin akan meminta kemewahan berupa tempat bernaung dan makanan yang selalu tersaji di meja sehingga mereka tak perlu lagi mengorek tempat sampah. Bila kamu menawarkannya pada calon mahasiswa, barangkali dia akan minta diluluskan ujian masuk universitas. Tapi bila kamu bertanya pada Mark Lee, sederhana saja, dia hanya ingin jadi orang yang lebih baik.
Sebab, sejak menyaksikan sendiri teman-temannya berguguran seperti nyamuk yang diberi obat, Mark tak bisa mengenyahkan perasaan bahwa di suatu titik, ada rantai kekacauan yang bisa dia putuskan, kalau saja dia duduk tenang dan mencermati tindakannya.
Seperti yang dicetuskan pepatah, a tree known by it's fruit. Seseorang dikenal karena perbuatannya. Lebih khusus lagi, wibawa seorang pemimpin dapat dilihat dari caranya menangani situasi pelik dan membuat keputusan yang sulit.
Mark baru mengetuai tim ini selama 4 hari, tapi rentetan kesalahannya, jika diurutkan, akan mengungguli daftar belanja bulanan ibunya. Kini, kemanapun Mark menoleh, dia mendengar bisikan jahat yang berucap bahwa dia tidak cukup baik, tidak layak, dan bahwa setelah kehilangan 2 anggota, sudah sepatutnya dia mundur dari posisinya.
Lagipula, dia tidak menginginkannya kan?
Mark membuka lemari es dan mengambil sebotol air. Haechan impulsif, dan dalam banyak hal, gegabah. Jaemin belum matang. Namun Jeno yang selalu berpikir rasional akan cocok menggantikannya. Jeno juga dewasa. Dia kandidat yang sempurna. Mark ingin tahu apa pendapatnya jika mereka membicarakan ini. Akankah dia bersedia?
Belum lagi Mark menyelesaikan rancangan ide tersebut di kepalanya, Jaemin muncul dari kamarnya dengan wajah kuyu dan langkah lesu tanpa semangat sedikitpun. Dia turut mengecek lemari es, memandanginya sekian detik, lantas menutupnya kembali. "Bahan makanan mulai habis."
Mark menarik diri dari lamunannya. "Nanti aku cari. Rumah-rumah di sekitar sini belum kita periksa."
"T-tapi Renjun? Dan Grace?"
"Kita cari mereka juga."
Jaemin menghenyakkan dirinya di kursi di depan Mark dan menyisir rambut tebalnya dengan jari. "Aku nggak maksud ninggalin mereka, Mark-hyung. Aku nggak serendah itu buat manfaatin temen-temenku sendiri supaya aku bisa kabur."
"Jaemin? Jaemin?" Mark menunggu sampai si pemilik nama mendongak sebelum ia melanjutkan, "Kamu nggak perlu jelasin apa-apa, aku percaya kamu."
"Yah, masalahnya." Suara Jaemin tercekat. Di atas meja, tangannya yang lain yang menganggur, terkepal erat seiring ledakan emosinya yang memuncak. "Aku nggak bisa berhenti nyesel tentang kejadian itu. Kalau aja aku cabut kuncinya, Jisung nggak perlu kehilangan kakaknya dan Renjun bisa tidur nyenyak."
"Kamu lupa." Dengan hati-hati Mark mengatur agar suaranya netral, tidak mengandung secercah pun penghakiman. "Itu manusiawi, Jaemin. Maafin dirimu sendiri, tapi jadiin itu pembelajaran. Dan inget, kamu berhasil bawa Jisung pulang dengan selamat. Kamu nyelametin 1 nyawa一itu tindakan yang mulia."
"Aku cuma nepatin janjiku ke Grace."
Botol air di genggaman Mark berputar searah jarum jam. Cairan di dalamnya berguncang mengikuti gerakannya. "Aku yakin Grace bakal ngehargain itu seandainya dia di sini."
Kepalan tangan Jaemin melonggar. Harapan timbul seperti mekarnya sekuntum bunga di matanya. "Mereka masih hidup kan? Grace dan Renjun, mereka terlalu tangguh buat meninggal se ... Secepat ini. Iya kan, Mark-hyung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...