Ada banyak cara untuk bahagia di dunia ini.
Dari yang tingkat kesulitannya menantang ala orang kaya seperti memborong mobil di sebuah showroom mewah, membeli kue mahal berlapis emas yang berkelas untuk dipamerkan, jalan-jalan ke Bahama, mempermak wajah di klinik kecantikan ternama.
Atau yang lebih sederhana dan tidak banyak memungut biaya; menyaksikan orang tuamu tersenyum, disambut peluk hangat adikmu setelah hari sekolah yang menguras tenaga. Kebahagiaan sejatinya bisa kita peroleh di mana saja, melalui berbagai cara, sendiri dengan monolog di kepala maupun di kerumunan bersama teman.
Lee Haechan hanya tidak tahu berboncengan dengan seorang gadis termasuk di antaranya.
Jangan diejek, Haechan dan wanita memang tidak punya sejarah panjang. Kecuali ibunya dan Yomi dihitung, terdapat sangat sedikit gadis yang berhasil singgah di hatinya. Yang lain sekedar mengetuk, tidak pernah bisa masuk. Nama-nama mereka muat ditulis di seujung kuku dan kemungkinan masih menyisakan ruang. Agak menyedihkan, tapi Grace adalah gadis pertama di luar keluarga yang nekat dan mungkin tidak sayang nyawa sehingga bersedia semotor dengannya.
Tanpa perlu ditanya, Haechan menyukainya.
Dia suka sensasi tangan Grace yang bertengger di bahunya一suhunya, bobotnya. Dia suka saat sekali-kali rambut gadis itu dibelai angin dan mencambuk lembut wajahnya. Grace tidak semembosankan anggapannya semula, saat menjumpai sesuatu yang menurutnya menarik, dia akan melebarkan matanya, membuka mulutnya menjadi huruf O, atau mengernyitkan dahi. Semuanya terekam melalui kaca spion dan Haechan suka memperhatikannya.
Suka, suka. Ada banyak hal yang Haechan suka darinya.
Tanpa sadar dia tersenyum, dan Grace memergokinya. "Ada yang lucu?"
"Nggak." Haechan berkilah, semulus air mengalir ke tempat yang lebih rendah. "Bukan apa-apa."
Grace mengerutkan bibirnya, tidak percaya namun tidak mendesak hadirnya jawaban. Sejujurnya Grace tidak sering bicara, namun bersamanya keheningan pun terasa nyaman. Ducati terus bergulir ke kawasan Icheon-dong, melintas di bawah jembatan Dalnim, melewati toko pangan hewan, bioskop, salon yang mengadakan promo, stan limun, apartemen setinggi 23 lantai.
Ah, Haechan tak keberatan begini selamanya. Duduk di atas motor yang suara dan mesinnya seperti monster, ditemani seorang kawan yang bisa diandalkan ... Namun langit mengacaukan rencananya.
Satu lagi episode hujan bulan februari turun, tak ada pilihan selain menepi.
"Rumah ini cukup?" Dia bertanya, berhenti di rumah mungil dari bata merah yang kusen jendelanya longgar dan berayun-ayun ke luar.
Grace memeluk tas Winwin di dadanya, lantas mengangguk. Dia mendahului Haechan yang sedang berpikir keras dan menekan kenopnya.
Tak ada yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanficJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...