Na Jaemin menguap, entah bagaimana berhasil membawa diri dengan baik selagi duduk di tanah dan menyandarkan punggungnya pada pot tanaman yang kusam.
Secara keseluruhan penampilannya jauh dari kata pantas; pakaiannya berkerut-kerut setelah dia mungkin berguling-guling di atas kasur. Rambutnya, lurus dan berpotongan mirip tokoh utama pria di manga Jepang, tampak kusut. Sebelah pipinya dihiasi garis-garis tidak alami yang berasal dari cetakan selimut. Raut wajahnya merupakan persilangan antara memberengut dan menahan kantuk. Pukul 06.08 pagi jelas terlalu dini baginya, dan dia tidak siap memulai hari tanpa secangkir kopi一atau, tahu lah, dua.
Park Jisung berdiri di bawah pintu garasi, keterkejutan belum hilang dari tungkai-tungkainya. Mengingat betapa gemarnya Jaemin bicara, Jisung mengira dia akan langsung dicecar berbagai pertanyaan.
Namun Jaemin agaknya terlalu mengantuk untuk mewawancarainya.
"Jaemin-hyung?"
Seringai lebar mencerahkan wajah Jaemin. "Maaf bikin kamu kaget. Aku kebangun buat ke kamar mandi, dan kebetulan lihat kamu keluar rumah."
"Aku nggak denger apa-apa." Dalam hati Jisung merutuki telinganya yang tidak peka.
"Pastinya. Kamu sibuk baca sesuatu di pangkuanmu. Kertas apa itu?"
Oke, jadi Jaemin mulai sadar. Jisung-lah yang belum menyediakan kebohongan yang masuk akal. Di saat yang paling dibutuhkan, otaknya malah mogok kerja. Dengan panik, dia menengadah ke awan seolah solusinya akan turun dari langit. "Cuma kertas ... Biasa. Itu robekan dari buku sekolahku yang lama."
"Oh." Jaemin menggaruk lehernya. Perlahan-lahan pandangannya berangsur jernih dan waspada. "Dan ngapain kamu di sini?"
"Hm, mau olahraga?"
"Naik sepeda?"
"Ya." Akan lebih baik bila Jaemin sungguh-sungguh mendorongnya ke sekumpulan kaktus berduri. Untuk pemuda seperti Jisung, rentetan pertanyaan yang semakin lama semakin mengintimidasi adalah siksaan pribadi.
Muncul keheningan yang tidak nyaman, setidaknya bagi Jisung yang menyimpan rahasia, karena Jaemin terlihat biasa-biasa saja. Jaemin masih tersenyum一sosok bintang yang bersinar dengan caranya sendiri tanpa harus meniru jejak Jeno menjadi atlet. Dan sejenak Jisung iri, pada kepercayaan dirinya, keberaniannya, dan terutama, kedekatannya dengan saudaranya. Dia dan Grace? Mimpi saja mereka akrab.
"Boleh aku ikut, Jisung?" Tanya Jaemin tiba-tiba. "Aku udah lama nggak gerakin badan." Dia tertawa. "Kecuali nusuk kepala zombie itu masuk ke kategori cabang olahraga baru."
"Ikut?" Jisung berupaya fokus ke pembicaraan, dan mengusir bayang-bayang masa lalu antara dia dan kakaknya. "Itu nggak perlu. Aku bisa jaga diri sendiri. Lagian sepedanya cuma ada satu."
"Ya udah kita pakek mobil."
"Tapi," tutur Jisung putus asa. "Kalau naik mobil, itu artinya kita jalan-jalan, bukan olahraga."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanficJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...