42. Kita Merasakan Duka II

802 202 56
                                    

"Minggir, jangan terlalu deket

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Minggir, jangan terlalu deket."

Latihan perdana dengan Lee Haechan sebagai gurunya di mulai, dan Grace diminta menjaga jarak untuk pemanasan. Ruang tamu mungil mereka di kawasan Joongyi-dong disulap menjadi arena berlatih yang cukup untuk saling membanting, setelah sofa dan meja digeser ke pinggir. Keduanya berdiri di pusat ruangan, lampu berada tepat di atas kepala一menggantung rendah dan padam.

Sesuai instruksi, Grace mundur 2 langkah, tapi Haechan malah memukul betisnya dengan tongkat yang ia ambil. "Jangan terlalu jauh. Kamu harus ngira-ngira sendiri jarak yang pas buat nyerang dan ngelak. Pakai instingmu, Moon."

Serempak kaki Grace maju ke depan, begitu pula bibirnya yang dikerucutkan. "Iya, iya, nyantai, dong!"

"Apa orang-orang di rumah pertama kelihatan santai?" Haechan tidak tersenyum sedikit pun. "Nggak ada perkelahian yang santai. Fokus! Sebelum nyerang, pertama-tama kamu harus punya sasaran. Bagian tubuh mana yang menurut kamu paling sakit kalau di pukul?"

"Leher?"

"Kenapa leher?"

Jawabannya diutarakan Grace seraya menepis remah-remah corndog di celananya. "Aku langganan nonton film action. Para penjahat sering mukul leher korban supaya mereka pingsan, dan一"

Dan tindakannya merupakan kesalahan, sebab sebelum dia selesai menyebutkan alasan-alasannya, Haechan telah memutar tongkat besi yang masih ia pegang, dan menyepak Grace di titik yang sama dalam sekali tendangan cepat namun tidak keras. Belum selesai, ujung tumpul tongkat itu ditodongkan, hanya beberapa senti saja dari leher Grace yang terbuka. "Gini?"

Sosok Grace Moon yang normalnya selalu memiliki pendapat sesaat lenyap dan ia terdiam, melongo tak percaya sebab baru saja dilumpuhkan dalam beberapa detik yang sangat singkat. "Oke, oke, apa itu tadi? Kenapa kamu nggak ngasih aba-aba dulu?!"

"Apa penjahat di film-film yang kamu tonton itu minta izin sebelum mukul korban?"

Mata Grace memicing sesipit mata adiknya. "Ayo coba lagi."

Pantang menyerah, inilah Grace yang Haechan kenal. Maka dia menghadiahinya kesabaran dengan membantunya bangkit dan menunggunya menarik napas beberapa kali. Lantas meneruskan, "Jawabanmu nggak salah, tapi kalau pilih leher, kamu bakal butuh senjata jaga-jaga target lebih tinggi atau kamu nggak bisa jegal dia, jadi pilihan leher sebenernya kurang fleksibel, terutama buat orang sejenis kita."

"Maksud kamu orang yang pendek?"

"Ya." Haechan berujar hambar. "Cebol, katamu."

Ketika Grace tertawa, mudah melupakan bahwa dia bisa jadi seorang pembunuh hebat di kondisi darurat. Tawanya ibarat pelangi, kemunculannya setia dinanti. "Ya udah, aku ralat deh. Aku ganti jadi dada."

"Klasik. Ganti lagi."

"Kaki?"

"Ah, tapi andai kakiku luka..." Kali ini ketika Haechan menyerang, Grace lebih waspada. Dia menghalau pukulan Haechan dan mengarahkannya ke bawah, seperti yang dilakukan Renjun pada Jaemin di rumah kedua.

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang