19. Kita Kadang Bertengkar II

1.1K 310 39
                                    

Apa sebenarnya rahasia?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa sebenarnya rahasia?

Kalau kamu mengetikkan kata itu di laman pencarian, kamu akan memperoleh deskripsi kaku yang menjelaskan maknanya seperti orang yang menggambarkan kacang dari kulitnya. Seribu pujangga bisa memberi seribu penjelasan berbeda. Ada yang menyamakannya dengan bangkai, luka yang tak ingin kamu tunjukkan pada dunia, atau hal pribadi yang sebaiknya disimpan saja.

Bagi Mark Lee, definisi rahasia lebih sederhana; suatu kebenaran yang terpaksa disembunyikan dari orang lain一bahkan kadang pada dirimu sendiri sebab kamu enggan mengakui一karena jika terbongkar, kamu khawatir akan dibuang atau tidak diterima lagi.

Kesunyian yang berat mengekori kalimat yang Jaemin lontarkan.

Tak ada yang bersuara. Bernapas pun perlahan-lahan, terlebih bergerak. Semua orang terlalu terkejut untuk melakukannya. Mark teringat permainan koin Haechan, kelincahan tangannya, juga kata-katanya di tembok gerbang waktu itu.

"Mungkin aku emang pernah masuk penjara."

Ucapannya berdenting layaknya lonceng dengan gema tambahan yang berbunyi, apakah itu benar ... Benar ... Benar?

Satu hal yang pasti, Haechan tidak membantahnya, sebagaimana orang yang mendapat tuduhan yang salah. "Kalau iya, kenapa? Kamu punya masalah soal itu?"

Mark mengusap wajahnya dan mendorong piringnya ke depan. Mendadak ia kehilangan selera makan.

Tapi gerakan itu salah diartikan oleh Haechan. "Kenapa, Mark Lee? Kamu malu hutang nyawa sama aku? Apa kamu juga, Jeno?"

"Mana yang katanya nggak mau nyombongin diri?" Jaemin rupanya belum selesai. Kartu AS-nya sudah terbuka, namun dia masih memiliki kartu-kartu lain. "Apa kamu ngarepin pujian, Haechan?"

"Jaemin!" Jeno membentak, menjadi orang ke-3 yang berdiri di ruang makan. "Apa-apaan kamu ini? Jangan terus-terusan nyari masalah."

"Satu-satunya masalah di kelompok ini cuma dia." Jemarinya yang panjang menuding Haechan dengan gerakan yang tak bisa dikategorikan sopan. "Haechan ngira dia bisa ngomong apa aja ke siapa aja tanpa dapet konsekuensi, tapi kalau posisinya di balik gini, nggak enak kan, Haechan?"

Renjun menurunkan tangannya secara paksa. "Haechan, maaf. Aku yang ngasih tahu dia. Harusnya aku nggak nyebarin sesuatu yang sifatnya terlalu pribadi."

"Bukan salahmu, Huang Renjun." Tambah 1 orang lagi yang dipanggil Haechan dengan marganya, barangkali demi menegaskan bahwa dia tidak ingin akrab dengan siapa-siapa. "Jaemin sengaja ngungkapin ini supaya aku pergi. Dari awal dia mau aku pergi. Mungkin dia malu nggak bisa nolong siapapun dan kalah sama mantan narapidana."

Gurat-gurat kejijikan menghiasi wajahnya. Ini adalah titik paling sensitif bagi Haechan dan Jaemin salah besar telah mengusiknya. "Itu perbedaan di antara kita, dan asal kamu tahu, penjaga pintu, aku juga nggak mau lebih lama serumah bareng kalian. Aku mending sendirian daripada 1 kelompok sama orang yang mandang aku rendah cuma karena aku pernah dipenjara!"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang