27. Kita Berkembang

906 248 33
                                    

Moment pertama ketika Mark Lee selesai membuat pengakuan disambut dengan kesunyian panjang yang menggantung berat di udara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Moment pertama ketika Mark Lee selesai membuat pengakuan disambut dengan kesunyian panjang yang menggantung berat di udara. Rasanya seolah ada vakum yang menyedot habis suara semua orang, hingga untuk sementara mereka hanya bisa saling tatap di tengah aura perselisihan yang kian tebal, menjerat keempatnya dalam kabut permasalahan internal yang mengancam keutuhan kelompok mereka.

Binar di mata si kembar meredup. Tiap kali Mark buka mulut, normalnya mereka mendengarkan. Mereka menghormati Mark, bukan hanya sebatas senior tapi juga orang yang lebih kaya pengalaman. Jeno dan Jaemin mempercayai Mark, tapi kini, kepercayaan itu sepertinya memudar.

"Kenapa?" Ilusi membuat Jaemin terlihat semuda Jisung saat menanyakannya. "Mark-hyung, itu tindakan yang ceroboh."

"Bukan, itu justru tindakan yang paling bener."

"Resikonya nggak sepadan." Jeno mendukung adiknya. "Kalau alasannya biar Jisung berkembang, kita bisa ngajarin dia setahap demi setahap. Bahaya kalau dia bareng Haechan, karena menurutku Haechan bakal makek metode yang lebih ... Ekstrem."

Untuk itu, Mark sudah menyiapkan sanggahan. "Haechan nggak sejahat yang kamu pikir. Dia nolong kamu di sekolah, inget?"

Chenle menolak diam saja, dia ikut ambil bagian. "Jeno-hyung nggak punya masalah sama dia, sedangkan Jisung dianggep beban. Kemarin, dia bahkan bilang Jisung pantes dibuang."

"Kita kadang ngomong sembarangan waktu kita marah, dan kemarin, emosi Haechan nggak terkontrol."

Alasan itu tidak dapat diterima Jaemin. Dia dengan kalut menyimpul lengannya di depan dada, ekspresinya gusar. "Nggak. Nggak bisa. Aku tetep mau cari dia, karena seenggaknya sampai Grace balik, Jisung tanggung jawabku."

"Dan kalau Grace ternyata udah meninggal?"

"Jadi ini ada hubungannya sama Grace?"

Berdebat dengan kepala dingin rupanya lebih gampang dikatakan daripada dipraktekkan. Belum 5 menit berlalu, kepala Mark rasanya sudah mau meledak sebab Jaemin一dan yang lain一tidak kunjung memahami pemikirannya. Mereka kira dunia ini dan penghuninya terdiri dari warna hitam-putih, lupa bahwa pada segelintir orang, seperti Haechan, kedua warna tersebut berbaur dan menghasilkan warna abu-abu. "Keputusanku nggak dipengaruhi Grace. Ini murni buat kebaikan Jisung. Nggak ada yang bisa 24 jam jadi baby sitter-nya, Jaemin. Dia. Harus. Berubah."

Jeno berkedip, agaknya tak menyangka Mark bisa melontarkan kalimat yang begitu dingin. "Kenapa Haechan dinilai layak ngarahin perubahannya?"

"Karena aku," Mark menekuk jari telunjuk ke dadanya. "Nggak bisa. Jaemin nggak. Chenle juga nggak. Kamu terlalu lembut, Jeno. Sedangkan Haechan nggak ragu ngotorin tangannya. Dia satu-satunya orang yang nggak malu ngaku dirinya bukan orang suci. Haechan emang kasar dan terlalu emosional, tapi dia berani dan nggak pernah pura-pura kalau dia nggak punya dosa."

"Jadi maksudnya," maknae kedua kembali bicara, lirih dan perlahan-lahan. "Nggak apa-apa kalau tangan Haechan-hyung kotor karena darahnya Jisung?"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang