88. Kita Mengambil Langkah Berani II

402 95 46
                                    

"Jadi ini shelter-nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi ini shelter-nya." Sersan Dua Kim Doyoung menatap dua mobil penghalang yang sebelumnya berbaris rapi dan sekarang miring tak keruan. Puluhan zombie tadi menyerang dengan buas, dan tidak satu pun dari mereka ingat cara mengantre yang tertib. Mereka hanya ingin makan.

Mark mengangguk, meski Doyoung tidak benar-benar mengajukan pertanyaan. Doyoung punya bakat untuk mengorek informasi melalui cara yang paling halus. Mungkin karena ketegasannya. Mungkin itu sesuatu yang dipelajari dari ketentaraan. "Benar, saya dan Jeno berdiri di sini, dan mereka datang dari balik bangunan di sebelah sana."

"Kalian nggak ngecek keadaan sekitar sebelum memutuskan berhenti di sini?" Suara yang lebih ramah bertanya, asalnya dari seseorang yang pangkatnya satu tingkat di atas Doyoung一Sersan Satu Kim Sejeong. Dia berambut pendek seperti lazimnya tentara wanita, menyandang senjata yang sama dengan rekannya, dan sepertinya bisa memukul mundur tiga zombie sekaligus dalam sekali pukulan. Serius, terlepas dari wajah molek dan suaranya yang bagai mentega di atas penggorengan, otot-ototnya tidak bisa disepelekan.

Mark dan Jeno menggeleng, dan ketika Nakamoto Yuta menyeletuk, "Ceroboh", keduanya sama-sama menunduk malu. Yuta, yang jelas merupakan warga negara Jepang ditengok dari namanya, tidak mengatakan itu sebagai ejekan. Kedengarannya Yuta menegur ringan, dan dia terbiasa mengatakan apapun yang dia suka.

"Tetap di sini." Sejeong berpesan, lalu dia, Doyoung, dan Yuta berpencar ke bangunan-bangunan sekitar. Tak sekalipun Doyoung menaruh senjatanya yang paling berharga, rocket launcher itu, entah karena waspada atau tidak percaya pada mereka. Mungkin keduanya. Haechan mengikuti tiap gerakan Doyoung hingga pria itu masuk ke toko perkakas. Mulutnya sedikit terbuka.

Ada apa dengan Haechan? Sejak tadi Haechan jadi anak baik yang pendiam. Mark tak pernah melihatnya sejinak itu sebelumnya. Dia juga terus melirik rocket launcher seolah tangannya gatal ingin menyentuhnya barang sebentar. Mark curiga dia kena hipnotis atau sejenisnya.

Tak berapa lama, dua tentara Korea Selatan dan satu orang Jepang itu menyelesaikan penyisiran mereka. Yuta membawa dua kardus di lengannya. Sejeong menunjuk ke satu titik dan Doyoung menyetujuinya. Mereka berbincang sejenak, sesuatu yang menyebabkan Mark gelisah. Memangnya apa yang mereka gosipkan sampai harus dirahasiakan?

Apapun itu, mereka kembali seakan tak terjadi apa-apa. Yuta meletakkan kardus-kardus yang dia temukan, yang ternyata berisi kue kreker dan kaleng-kaleng soda serupa yang Mark injak ke mobil pick up hijau mereka yang sebagian penuh dengan kotak-kotak misterius.

"Nah." Sejeong merebut atensi mereka. "Apa tujuan kalian selanjutnya?"

Jeno berdeham. "Awalnya kami jauh-jauh dari Seoul buat cari shelter, tapi一"

"Seoul?" potong Doyoung tiba-tiba.

"Ya, betul. Sebagian dari kami temen sekolah一"

"Sekolah di mana?"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang