Mark Lee tidak tahu kenapa kehadirannya membuat Haechan kesal.
Dia sedang tertidur saat mendengar suara itu, bermimpi tentang perahu-perahu yang tertambat di tepi pantai Jeju. Mark nyaris bisa merasakan dinginnya air laut di sela-sela jari kakinya, serta melihat kerang-kerang cantik yang cangkangnya separuh terbenam di pasir, lalu ia dibangunkan oleh rangsangan suara dari luar dan bayangan tentang laut pun musnah.
Dicekam kepanikan, Mark hendak membangunkan anggotanya saat mendapati kamar Haechan kosong. Begitu pula kamar Grace. Tanpa berpikir, Mark menyambar pisau dari dapur dan berlari memeriksa rumah sebelah yang ia kira adalah asal suara tersebut. Rupanya, Haechan dan Grace ada di rumah kedua, dengan Grace yang pipinya merona dan Haechan yang katanya terpeleset akibat panggilan Mark.
Mark tidak percaya.
Sebab kini, tiap matanya beradu dengan mata Haechan, pemuda itu terlihat ingin menendangnya. Benar-benar bukan pandangan bersahabat, padahal tadi Mark sudah membantunya berdiri. Untuk semakin menambah keanehan, Grace giat sekali menghindarinya, kecuali saat dia pamit ingin pergi ke apotek untuk Jisung.
"Apa nggak bisa nanti aja? Pasti ada banyak apotek di jalan."
"Nggak bisa, Mark. Lokasinya nggak jauh kok, Haechan bilang cuma 3 blok dari sini."
Haechan bilang ... Mark tidak suka cara Grace menyebut namanya, tapi disimpannya pendapat pribadi itu dalam sebuah peti di bagian belakang kepalanya. "Oke, tapi jangan pergi sendirian, Grace. Bawa temen."
Secara sukarela Jaemin mengajukan diri. "Ayo bareng aku. Renjun demam一"
"Aku nggak apa-apa!" Sahutan serak terdengar dari kamar.
Jaemin tidak mengacuhkannya. "一Jadi aku mau cari obat juga buat dia."
Air muka Grace mendadak berubah cerah. "Aku ambil tas perlengkapanku dulu."
Jisung yang dari raut wajahnya tampak merasa bersalah ragu-ragu bertanya, "Apa aku boleh ikut?"
"Ya, sana ikut." Haechan tak disangka-sangka memberi dukungan sekaligus dorongan keras. "Sekali-kali gantian kamu yang jaga kakakmu."
Dengan adanya Jaemin, kekhawatiran Mark berkurang sedikit. Dia masih tidak yakin pada Jisung. Selain karena Jisung adalah yang termuda, peristiwa saat dia menembak jelas tak terencana dan dia tidak bernyali untuk mengulanginya lagi. Jisung adalah sisi koin yang berbeda dengan Grace. Dia bukan petarung一atau mungkin hanya belum.
Jeno menyerahkan kunci mobil pada adiknya. Gantungan berbentuk kepala anjing Samoyed dan kelinci yang mereka pasang saling bergesekan. "Nih, hati-hati."
Sempat terjadi perdebatan ketika Grace menghendaki Jisung di rumah saja, namun Jaemin meyakinkan bahwa 1 penumpang tambahan tidak akan merepotkan, dan Grace akhirnya mengalah.
Mark mengantar mereka sampai di pintu. Dia meminjamkan Jaemin pisaunya, meski Jaemin sudah punya pistol. Tak ada salahnya bersikap berlebihan di situasi ini, kamu justru mati jika kekurangan kewaspadaan. Grace sendiri membawa tongkat besi yang dimodifikasi Haechan, yang harus Mark akui, sangat inovatif.
Pintu mobil di buka, mereka masuk. Tapi sebelum tubuh Grace lenyap di baris kursi kedua, Mark berpesan, "Hati-hati." Dan meraih tangannya yang mungil.
Grace yang kaget mematung. Belum pernah mereka bergandengan, terlebih secara sengaja. Namun dia tersenyum. "Aku mau ke apotek, Mark. Bukannya ketemu malaikat maut."
"Usahain jangan." Mark tergelak. Hanya karena tak pernah diutarakan, tidak berarti dia tidak bersyukur memiliki teman yang seumuran. Berkat si profesor kecil di sisinya, sejujurnya Mark merasa lebih tenang. "Cepet balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...