74. Kita Menyerang I

527 126 70
                                    

Choi Dong Ryul bukan orang jahat一atau begitulah menurutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Choi Dong Ryul bukan orang jahat一atau begitulah menurutnya.

Bertemu Kim Aru di rumah sakit saat menjalani magang, Dong Ryul mulanya mengagumi pria blasteran itu. Aru cakap. Aru pintar. Siapa yang tidak menyukainya? Dia gemar berlama-lama di rumah sakit, berkerja ekstra membantu dokter dan perawat. Mereka mengandalkannya kala letih melanda. Ketampanannya menutupi banyak hal, termasuk peningkatan jumlah kematian di bangsal tempatnya berjaga. Pasien-pasien itu mati一tidak, mereka berguguran seperti yang nyamuk yang diberi obat. Dengan penyebab beragam mulai dari emboli paru, gagal jantung hingga diseksi aorta.

Namun, siapa yang akan curiga? Siapa yang akan berparade menyuarakan kecurigaan itu dan dicap sebagai orang tidak waras? Para dokter lebih memilih melompat dari atap daripada mengakui mereka melakukan kesalahan. Lagipula, itu hal biasa. Kematian ada untuk mengimbangi kelahiran. Dan anak magang itu, Aru? Mana mungkin dia mencelakai pasien dengan sengaja? Itu tuduhan yang tak masuk akal!

Dong Ryul meluruskan kakinya. Bosan. Hari ini gilirannya mengawasi Arena dan dia tercekik kebosanan. Berjalan bolak-balik menyandang M16, mendengar geraman makhluk-makhluk aneh di sisi luar gerbang berjam-jam ... Otak Dong Ryul bisa meledak. Masa-masa dia mengagumi Aru telah lewat. Rasa kagum itu berubah jadi rasa takut. Aru si calon dokter sekarang menghabiskan waktunya untuk belajar cara menimbulkan rasa sakit, bahkan tindakannya menjahit luka anak laki-laki bermata mengantuk itu dilakukan Aru demi kepentingannya sendiri.

Dong Ryul muak. Dia benci terlibat dalam permainan kotornya. Membelai senjata curian ini saja memberinya sensasi tidak nyaman. Pemilik asli M16 di tangannya barangkali sudah tewas. Dong Ryul bergidik membayangkannya一tenggorokan yang mengering mendambakan air, keputusasaan mereka. Demi mengalihkan pikiran, Dong Ryul memutar kepala ke lapangan, berharap ada yang sudah puas terlelap. Namun dia malah melihat一melihat ... Apa itu?

Baunya merupakan hal pertama yang disadari Dong Ryul; memualkan, pekat, menyengat. Lalu penampakan itu sendiri一asap hitam yang bergulung-gulung tinggi menantang langit. Asap yang membesar, semakin besar, entitas buas yang menyenandungkan lagu mengenai kehancuran.

Dong Ryul bergegas melintasi halaman menuju tempat parkir kedua, hanya untuk mendapati asap itu bukanlah bagian dari imajinasi otaknya yang lelah. Asap itu nyata, meliuk-liuk meracuni udara yang dia hirup, bergerak liar merusak apapun yang dia sentuh. Ada api, yang hidup demi satu tujuan一merusak segalanya. Bau sangit, kemudian api. Sepasang manik mata Dong Ryul melebar tatkala pemahaman datang. Kebakaran! Dong Ryul membeku ketakutan, sampai dia mampu menggerakkan kakinya berlari ke dalam.

Rim, anggota favorit Aru setelah Sangyi hilang, adalah orang yang dia temui guna berkonsultasi. Dong Ryul mengguncang-guncang tubuhnya. "Rim, bangun! Ada masalah. Rim!"

Rim menyemburkan sumpah serapah dan mengenakan kacamatanya. "Berengsek, Dong Ryul. Ada apaan?!"

"Kebakaran! Tembok belakang terbakar一"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang