Ketika Mark Lee terpilih sebagai ketua kelas, itu terjadi karena ketidaksengajaan.
Awalnya, Jinho, pemegang kursi kekuasaan itu sebelumnya, mengajukan diri untuk kedua kalinya, namun teman-temannya yang tidak menyukai cara memimpin Jinho pikir akan sangat lucu jika Mark menggantikannya.
Usulan mereka disetujui wali kelasnya, yang menulis namanya di papan lalu mengadakan voting.
Sudah dapat ditebak; Mark tidak memilih dirinya sendiri.
Sekedar murid berdarah campuran yang kerap gagal mengendalikan tawa sampai dimarahi guru, dia menilai dirinya tidak layak. Secara akademis, Mark tidak terlalu menonjol. Dia pintar dalam bidang tertentu dan payah dalam bidang lain. Singkatnya, biasa saja.
Tapi saat hasil akhir voting itu diumumkan, Mark tidak bisa tertawa.
Dia unggul一nyaris telak. Seperti skor 3 - 0 di pertandingan sepak bola. Selama 2 tahun berturut-turut, dia memperoleh julukan si ketua kelas yang mengajarinya banyak hal, yakni;
A, seorang leader tidak boleh lemah.
Dan B, seorang leader kadang harus melakukan hal-hal yang tidak ia suka.
Mula-mula keheningan menyelimuti ruang tari tersebut.
Selain untuk bernapas, tidak ada yang berani bergerak sedikitpun. Mark menanti dengan jantung yang berdebar kencang, mengantisipasi bahaya lain yang ia pikir akan segera menghampiri. Sebentar lagi mungkin akan ada monster lain yang berusaha mendobrak pintu seperti yang berada di sisi lain gerbang. Ya, pintu ini memang terbuat dari kayu tebal yang kokoh, tapi adakah material yang cukup kuat untuk menahan orang-orang seperti itu?
Astaga, Mark bahkan tak yakin apakah mereka masih layak disebut 'orang'.
Mark mengedarkan pandangannya. Entah karena kebetulan atau bukan, 2 orang yang berperan besar di kelompok ini duduk bersebelahan; Grace bengong, Haechan memegang guntingnya erat-erat. Ponsel Grace tiba-tiba berbunyi dan dia berdiri untuk menerima panggilan yang masuk.
Si kembar Jeno dan Jaemin duduk bersisian, sekali ini mereka tampak identik karena merasakan emosi yang serupa. Sedangkan kenalan barunya Zhong Chenle, merapatkan jaket karena dingin yang sepertinya bukan berasal dari perubahan musim.
Semua orang ketakutan.
"Halo? Jisung?" Grace pergi ke sudut dan memelankan suaranya, tapi Mark masih bisa mendengarnya karena ruangan ini tidak begitu luas. "Hei, hei. Tenang. Kamu di mana? Apa itu ruang kelas yang di pojok?"
"Siapa itu?" Haechan bangkit tanpa melepas guntingnya. "Salah satu pelaku yang bikin barikade? Sini." Dengan cepat dia merebut ponsel Grace. "Hei, bocah, ada berapa orang di sana? Apa ada guru? Jawab pertanyaanku berengsek!"
Ketegangan yang meningkat membuat Mark beranjak. "Siapa itu Grace?"
Menariknya, Grace seketika membuang muka. "Park Jisung. Murid tingkat 1. Dia ... Anggep aja dia orang yang aku kenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...