Terhitung pagi itu, aliran listrik resmi terputus.
Bangun-bangun, Mark Lee merasakan kamarnya panas, lebih terang. Sinar matahari dari jendela menggoda kelopak matanya. Hanya lantai kayu tempatnya berbaring yang dingin, namun itu pun tidak seberapa. Pendingin ruangan berhenti bekerja, angka yang tertulis di remote-nya adalah 18 derajat yang tidak terasa benar. Kesejukannya hilang.
Mark bangkit duduk. Badannya pegal-pegal. Bantal tipis saja rupanya tidak sanggup memberi banyak kenyamanan. Dengan mata setengah terpejam, Mark menekan sakelar lampu. Nihil. Akhirnya dia menyerah, sambil menghela napas.
Kasur dalam keadaan kosong, berantakan. Jisung tidak ada dimana-mana. Pemeriksaan kilat Mark di bed cover yang tidak lagi menyimpan hangat tubuhnya membuktikan Jisung sudah pergi cukup lama. Apa dia sedang sarapan? Mark lekas menuju dapur. Usai dua kali tersandung akibat lebih fokus menggosok-gosok mata dibanding pada ayunan kakinya, dia berhasil tiba dengan selamat.
"Makan?" Jeno menawarkan, mengulurkan satu mangkuk dari beberapa yang ditumpuk rapi di atas meja. Jeno duduk di sebelah Ryujin, menghadap panci berisi sup berwarna kekuningan yang aromanya menggugah selera.
"Apa ini?"
Senyum Ryujin mengembang. "Sup ayam tanpa ayam."
Mau tak mau Mark tergelak. "Mana yang lain? Kenapa sup unik ini masih sisa banyak?"
"Renjun di ruang tamu, ngegambar," jawab Jeno. "Dia emang nggak banyak makan. Kalau Jisung jalan-jalan."
Bahu Mark langsung naik lebih tinggi ke telinganya, tegang. "Dia sendirian?"
"Nggak, bareng Jaemin."
Sepasang bahu itu kembali turun, rileks. Sup ayam tanpa ayam ternyata enak. Sayuran-sayurannya masih segar. Dia jadi penasaran siapa yang meraciknya, mengingat dia tak pernah pandai di bidang apapun yang melibatkan masak-memasak. Entah kenapa, saat menggoreng telur contohnya, dia selalu lupa membubuhkan minyak. Dan pernah sekali karena frustrasi, dia menggunakan gunting untuk memotong buah-buahan. "Bagus. Aku kira dia..." Mark menggeleng, membendung arus pemikiran buruknya. "Omong-omong, listriknya mati."
"Ya," celetuk Ryujin. "Dari tengah malem." Kala itu jam dinding berada di angka 08.22.
Jeno mencetuskan sebuah ide. "Kita harus ke luar lagi hari ini. Cari lilin, senter, baterai, atau benda-benda semacamnya."
"Kita nggak punya sama sekali?"
"Nggak," jawab Jeno kedua kalinya. Dia meneguk segelas air. "Apa yang kita takutin terjadi."
Mark mengeruk mangkuknya sampai tandas yang otomatis menghentikan protes perutnya yang keroncongan. "Tunggu aku mandi, setelah itu kita berangkat. Apa duo J udah jalan-jalan lama?"
"Renjun bilang sejak jam setengah tujuh, sekalian olahraga." Suara Ryujin menjadi kian pelan ketika Mark meninggalkannya ke kamar mandi.
"Ke mana?" Tanyanya, menutup pintu. Dia menghidupkan shower dan bersyukur sebab air tidak termasuk ke daftar masalah pagi ini. Listrik yang mati, gas yang menipis. Dua hal itu membuat kepalanya pening. Dia tak butuh lebih banyak kesulitan, masalah yang berkunjung bertubi-tubi tiada henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...