63. Kita Terbentur I

539 138 19
                                    

Menjadi instruktur menembak seperti yang pernah dilakukan Haechan, apa susahnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjadi instruktur menembak seperti yang pernah dilakukan Haechan, apa susahnya?

Huang Renjun harus mengakui dia terlalu menyombongkan diri, mengira tugas dari Mark一yang terdengar mudah一akan selesai dalam satu jam. Dua, paling lama. Lalu dia bisa bersantai sambil menunggu Mark dan si kembar yang asyik mencari pistol tambahan. Sepulangnya mereka, Mark akan merespons positif pekerjaannya, dan entahlah, memberinya semacam pengakuan? Melatih Jisung dan Ryujin dianggap Renjun perkara serius, dia tak ingin teman-temannya menilainya sebagai pemuda yang tidak becus.

Masalahnya, ini lebih sukar dari perkiraan.

"Ayo, Jisung! Fokus, fokus! Kamu mesti tenang!" Renjun berteriak, seraya menepuk-nepukkan tangannya, kemudian berhenti saat sadar dia jadi mirip pelatih sepak bola yang geram pada anak didiknya. Bagian geramnya itu benar.

Park Jisung berdiri tegak menghadap sebuah pohon berbatang tebal. Di batang itu, Renjun telah merelakan salah satu halaman buku sketsanya dirobek, lantas ditempel usai digambari wajah zombie seadanya. Renjun berpendapat tidak adil membiarkan murid-muridnya berurusan dengan zombie asli. Tidak sekarang. Mereka belum siap. Itu metode yang terlalu brutal.

Dari jarak 3 meter, Jisung membidik. Moncong Glock-nya sejajar dengan dahi si zombie jadi-jadian. Tanpa geraman berisik yang mengganggu konsentrasi, seharusnya ini lebih gampang. Tinggal arahkan, dan tembak一

Jisung meleset. Untuk ke-4 kalinya.

Peluru itu sebatas menyerempet bahu, yang di situasi nyata hanya akan membuat si zombie kesal alih-alih melumpuhkannya. Ryujin menjambaki rambutnya. Renjun mengerang. Berlawanan dengan optimisme Renjun, mengajari Jisung sama sekali tidak mudah. Ini percobaan ke-4 dan hasilnya tidak memuaskan. Setengah jam lagi jika keadaan belum berubah, Renjun yakin kepalanya akan meledak. Dia sudah merasakan tanda-tandanya.

"Nggak ada gunanya." Jisung juga marah. Dia menggeleng muak. Untungnya dia bukan jenis orang yang gemar membanting barang-barang. Pistolnya diserahkan pada Ryujin tanpa selingan drama.

Meski dia sendiri putus asa, Renjun berupaya menghiburnya. "Jangan nyerah. Inget kan Jaemin pernah gagal?"

"Seenggaknya Jaemin-hyung berbakat di bidang medis. Dia yang ngobatin kita tiap ada yang luka. Aku? Aku murni beban."

"Itu nggak bener." Upaya Renjun gagal. Jisung membuang muka, tampak semakin marah pada ketidakberdayaannya. Di sisi lain, Ryujin berputar ke pohon jatahnya. Dia menarik napas, bersiap. Lengannya yang berkeringat terlihat berkilau di bawah naungan sang surya. "Mundur, Ryujin. Kamu terlalu deket."

"Bukannya bagus kalau deket? Peluangku salah tembak jadi lebih kecil."

"Pohon nggak bisa gerak, zombie bisa. Biasain nembak dari jauh dan jaga jarak aman."

Bahu ramping Ryujin terangkat, dia mundur sampai Renjun memberitahunya posisinya telah benar. Sebelah mata Ryujin terpejam. Rambut merahnya terurai lembut membingkai wajahnya. Di hitungan ke-3, dia menembak. Ryujin memiliki cara yang unik dalam berlatih, yakni tak banyak berpikir.

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang