84. Kita Bisa Memaafkan II

478 110 40
                                    

"Sungchan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sungchan?"

Jung Sungchan menoleh.

"Aku ikut sedih soal temen-temen kamu."

Di penghujung hari itu, Sungchan telah mencapai beberapa kemajuan.

Kondisinya membaik. Jaemin membantunya. Mark menawarkan penjelasan. Dan Jeno memberinya puding untuk di makan. Sungchan masih belum bisa melahap makanan berat tanpa merasakan perutnya memberontak mual. Namun, puding itu cukup ampuh mengisi sumur energinya yang terkuras. Dia juga bisa berjalan sedikit demi sedikit, dalam jarak pendek, sambil berpegangan pada dinding atau dipapah, kemudian lebih leluasa tanpa bantuan. Bagi Sungchan yang sempat mengira matahari takkan menyentuh kulitnya lagi, itu sebuah prestasi cemerlang.

Teman-teman barunya一kalau dia tidak lancang menyebutnya begitu一memperlakukannya dengan sama baiknya. Semua ramah. Semua tulus menolongnya, kendati mereka tak bisa melakukan apa-apa mengenai harapan Sungchan kecuali mematahkannya. Seperti menginjak ranting. Krak!

Sungchan mengetuk-ngetukkan jarinya di lantai teras. Antara menikmati senja sekian langkah dari makam atau duduk manis di kamar dan menyaksikan Haechan sekarat, tak ada yang disukainya. Dia tak benar-benar punya pilihan. "Di gudang, aku udah perhitungin kemungkinan itu. Aku cuma ... kaget."

Sosok di sebelahnya kembali bicara. "Di mana Karina?"

"Tidur di一lucunya一bekas kamar Ryujin. Bukannya itu ironis? Tapi mending Karina tidur daripada nangis terus."

Kaki telanjang sosok itu berayun pelan, hampir menyentuh tanah. "Mestinya aku nggak ngasih Karina harapan. Aku ini idiot. Kadang-kadang, aku terlalu banyak omong dan hasilnya一"

Dengan lembut, Sungchan memotong racauannya. "Grace, itu bukan salah kamu." Wajah jelita Grace menghadap ke arahnya, matanya yang terpaku pada Sungchan bagai sepasang kolam gelap yang tertutup lapisan es tebal penuh rahasia. "Bukan kamu yang megang pistol yang pelurunya newasin Giselle. Bukan kamu juga yang ngelempar Ryujin ke zombie. Itu Aru. Kamu nggak perlu nanggung kesalahannya."

Rasa bersalah tidak kunjung sirna dari wajah Grace. Jemarinya terkepal di pangkuan. "Bajingan itu. Bajingan manipulatif itu."

Sungchan tersenyum kecut. "Aru bahkan bohongin kamu tentang adikmu kan? Gimana ceritanya?"

Grace memberengut一si perfeksionis yang lebih murka pada kebodohannya sendiri ketimbang pelaku yang menipunya. "Sederhana. Metode Aru terlalu sederhana. Itu yang bikin aku marah. Aru pakek obat aneh buat一"

"Obat apa?"

"Obat aneh. Oh, maaf, maksudku inhaler. Itu obat asma. Intinya, Aru pakek inhaler buat ngarang kebohongan. Bukan Mark yang dia tembak, melainkan ...."

"Giselle," tukas Sungchan menyelesaikan kalimatnya. Teman-teman barunya tak lupa menceritakan kronologi kejadian itu dan Sungchan percaya.

Ragu-ragu, Grace menumpangkan tangannya ke tangan Sungchan, menampakkan perbedaan tangan mereka yang kontras dibandingkan dari segi ukuran. "Maaf."

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang