"Dari mana kalian dapet motor itu?"
Dari banyaknya pertanyaan yang mungkin diajukan Aru, Mark Lee bisa menyebut 3 yang menjadi tebakan jitunya; siapa kalian? Apa-apaan ini? Atau sederhana saja, apa hubungan kalian sama para sandera?
Dari mana kalian dapet motor itu? tidak masuk daftar. Mark tidak bisa menemukan benang merah yang menghubungkan rasa penasaran Aru dengan kendaraan Haechan. Sebab meski menonjol, mencolok, dan sebagainya, itu tetaplah motor biasa yang diperoleh Grace dan Renjun saat berburu sarapan.
Setidaknya itulah yang mereka katakan.
Aru maju, memutari temannya yang sudah meninggal, 4 temannya yang belum meninggal, dan mengerem sekitar 3 meter dari Haechan. "Dari mana? Atau apa harus aku tanya, dari siapa?"
Baik Haechan dan Grace kompak tidak mengacuhkannya. Perhatian mereka tersedot oleh hal lain yang lebih penting. Mereka tadi tidak melihatnya, fokus pada anggota yang babak belur dan gadis-gadis baru, sehingga terlambat menyadari adanya anggota yang sudah terbujur kaku.
"Chenle?" Nama itu diucapkan Grace seumpama ada penghalang di tenggorokannya. Dari roman mukanya, dia jelas tidak siap dengan apa yang ia temukan.
Jisung menelan ludah. "Chenle ... Meninggal."
Jawabannya seketika dihadiahi sepakan keras di bahunya. Pria ke-5 menginjak Jisung, menekan pipinya ke aspal tidak rata yang menggoresnya dalam-dalam. "Tutup mulut, bocah."
"BERHENTI!" Grace meraung, melontarkan ancaman yang akan menggetarkan bahkan pria dengan otot-otot paling liat sekali pun. "Jangan ganggu dia!"
"Kalau nggak kenapa?" Rim menggeser sang rekan minggir. Melengserkan posisinya, dia menarik Jisung berdiri dan menodong pinggang anak itu tepat di bawah tulang rusuknya. Jika dia menembak, pelurunya pasti mengoyak hoodie tipis Jisung dan merobek 1 dari 5 organ vitalnya. "Kalau nggak, apa cowok di depanmu bakal nusuk mata orang pakek garpu?"
Aru menunjukkan minatnya dengan cara memiringkan kepala. "Temen lama, Rim?"
"Oh ya. Dia si bangsat yang bikin mataku luka permanen. Apa kabar, Lee Haechan?"
Seandainya beberapa hari seatap dapat dijadikan landasan untuk mengklaim kamu mengenal seseorang, maka Mark akan meringkas pendapatnya dalam 1 kalimat saja; Haechan memang cenderung temperamental, tapi dia memiliki sifat kontradiktif mahir menyembunyikan emosinya saat diperlukan. Seperti dalam bejana, segalanya teraduk rata. Oleh karena itu mata Haechan yang membeliak lebar terasa membingungkan dan tidak benar.
Haechan terkesiap. "Cho Jae Rim?"
Rim memahat senyum yang akan diukir seekor anjing yang telah memangsa anak burung. "Kebetulan kita reuni di sini. Udah berbulan-bulan sejak di Juvie."
Lagi-lagi Mark ketinggalan kereta.
Tidak cermat menilai situasi memberinya kesan lamban. Gajah di sampingnya pun takkan tertangkap mata kalau ia menatap ke arah yang salah. Terlalu memusatkan diri pada Aru membuatnya tidak menganalisis Rim dengan semestinya. Padahal di antara mereka ber-6一atau 5 sekarang一Rim-lah yang terlihat paling hijau. Posturnya yang kekar membuatnya mudah disalahpahami, namun sebenarnya dari segi wajah, dia masih muda. Sangat muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...