41. Kita Merasakan Duka I

874 211 79
                                    

Sudah siapkah kita, jika malaikat kematian datang dan berkata telah tiba waktunya untuk menghadap Tuhan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah siapkah kita, jika malaikat kematian datang dan berkata telah tiba waktunya untuk menghadap Tuhan?

Kematian adalah hal yang pasti, dialah tamu yang tidak bisa kamu usir. Maut berkunjung sesukanya, tanpa menunggu kamu tua, dan karena itu Mark Lee bertanya-tanya, kenapa masih banyak dari kita yang lalai menunaikan ibadah? Di usia yang belum genap 18 tahun, Mark selalu mengira waktu adalah miliknya, seumpama batu dalam genggaman. Sulit memang, membayangkan sekarat di ranjangnya yang nyaman ketika masalah terberat yang ia miliki adalah tugas dan ujian.

Situasi jadi lain, berbalik 180 derajat, saat mobil yang dikendarai seorang pembunuh sinting mengejarnya. Dia dekat, semakin dekat, membawa pemahaman baru bahwa batu waktunya sesungguhnya bisa dicuri kapan saja.

Hidup itu rapuh一diperlukan Aru untuk mengingatkannya pada fakta tersebut.

"Hei!" Suara yang sama kembali terdengar, rendah dan mendesah-desah. Ryujin salah, atau jangan-jangan persepsi mereka yang berbeda, namun suara itu sama sekali tidak menyerupai perwujudan mimpi buruk. "Berhenti! Kalian nggak denger, ya?"

Renjun yang memonopoli kemudi malah menginjak pedal gas. Mercedes seharga ratusan juta itu mengamuk, patuh di bawah perintah kakinya. Tapi respon alami tubuh tak dapat berdusta, kepanikan menyebabkan Renjun berkeringat, dan itu berefek pada laju mobil yang ugal-ugalan.

Tanpa pikir panjang, Mark mencabut senjata apinya. "Ren, keluarin pistolmu. Kamu konsentrasi nyetir, biar Jisung一"

Ketenangan siang itu terusik oleh pekikan Ryujin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketenangan siang itu terusik oleh pekikan Ryujin. Dari sisi kanan mobil biru, sebelah tangan yang terbalut jaket kulit terulur memamerkan pistol mengkilap dan menembakkan sebutir peluru. Dentuman nyaring menghancurkan kaca jendela Mercedes menjadi berkeping-keping, bunyinya membuat Mark pening. Bukan Aru, tapi pria itu bergabung menertawakan atraksi yang disuguhkan temannya seolah mereka berada di tenda sirkus yang menghibur.

Sekonyong-konyong, saat Renjun berusaha menghimpun ketenangan, orang-orang di mobil biru sukses menjajari mereka dan memangkas jarak.

"Kenapa kalian nakal? Kalian nggak mau kenalan sama kakak Aru ini?"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang