Mark Lee tidak pernah berada sedekat ini dengan orang yang memegang pistol.
Rasa jijik ketika lengan dan dadanya terkena siraman isi kepala zombie sejenak kabur saat melihat Haechan berdiri tanpa terdistraksi tetes-tetes air hujan yang jatuh ke kulit layaknya jarum-jarum mini. Mata gelap Haechan membidik para zombie di titik yang akan mencegah mereka bangun lagi, dan dengan keahlian yang memukau menembak tanpa ada satupun yang meleset.
Dia hebat一jenis yang akan membuatmu bertepuk tangan. Dan Mark pasti akan melakukannya seandainya situasinya tidak genting dan ia serta Jeno tidak kapan saja bisa mati karena zombie.
"Cepet Mark Lee, apa yang kamu tunggu?"
Sebelum pemuda itu jemu menolong mereka, Mark cepat-cepat mengaitkan tangan Jeno ke lengannya lagi dan mencoba secepatnya menuju mobil.
Renjun sudah kembali, dengan gembira memamerkan hasil rampasannya pada semua orang. Wajah Chenle dan Jisung tampak tegang dari kursi belakang mobil.
Mark lantas membantu Jeno duduk ke kursi penumpang di samping singgasana sang pengemudi. Untungnya dia dan Jeno sama-sama ramping sehingga mereka (cukup) muat di situ. Renjun lantas mengklaim tempat di kursi tengah, bersama Haechan yang menarik seragam olahraga Grace yang senada dengan Mark agar masuk pula.
Hujan semakin deras, menjadi rintangan tersendiri bagi rencana yang tadinya rapi. Tidak semudah kelihatannya, tapi ini masih bisa berhasil.
"Jaemin!"
Puas usai Jeno resmi selamat, Jaemin menutup pintu mobil tepat saat zombie-zombie mengerubungi mereka seperti semut yang berkerumun di dekat gula. Jaemin menyalakan mesin.
Mesin mobil itu hanya mengeluarkan suara deruman serak.
"Jangan bilang." Haechan berucap lambat-lambat. "Mobilnya mogok."
Air yang mengalir dari pelipis Jaemin bisa jadi merupakan perpaduan antara hujan dan keringat dingin. "Nggak, nggak. Mobil ini sehat一"
Tapi deruman lain, kali ini seperti batuk, menyatakan sebaliknya.
"Jaemin." Ketegangan di mobil itu semakin meningkat saat puluhan zombie memukul-mukul kaca jendela dengan kepala mereka. Ini persis seperti ketakutan terbesar Mark di ruang tari一terjebak di mobil tanpa jalan keluar selain kematian.
Bila zombie yang berkumpul semakin banyak, maka mereka takkan bisa lewat.
"Ayo!" Jaemin yang frustrasi menghantam roda kemudi dengan telapak tangannya. "Jangan bikin aku marah. Ayo!"
Grace menatap ke depan dengan kegelisahan yang meningkat. "Zombie dari luar mulai dateng."
Haechan berdecak. "Sialan, Jaemin. Apa bagusnya punya Hyundai kalau nggak berguna?!"
"Buat 5 menit aja, 5 menit aja, tutup mulutmu, Lee Haechan! Pendapatmu itu sama sekali nggak diperluin, oke?"
"Kalau gitu nyalain mobil keparat ini!"
"Diem kalian berdua!" Mark tidak tahu siapa yang lebih terkejut ketika Jeno membentak dengan intonasi suara yang sangat jarang ia pergunakan. Jeno yang santai, yang selalu sabar, biasanya sekedar senyam-senyum saat diisengi orang lain, dan memisahkan bila kebetulan ada orang yang bertengkar.
Agaknya dia sudah muak sekarang.
Efek menakjubkan dari sebuah gunung yang jarang meletus, dia sukses membuat semua orang seketika membisu. "Bahuku sakit bukan main dan kalian malah bikin aku tambah pusing. Kalian ini lebih berisik dari monyet minta kawin, ngerti? Haechan, tenang dulu. Mobil ini biasanya nggak rewel. Dan Jaemin, coba lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanficJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...