46. Kita Berproses

904 189 41
                                    

PUSAT PENAHANAN REMAJA, beberapa bulan yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PUSAT PENAHANAN REMAJA, beberapa bulan yang lalu.

Pekan pertama di Juvie, hal buruk apa yang bisa terjadi?

Oke, ada banyak. Sebenarnya banyak sekali. Ini sumber kekacauan, yang tidak aneh sebab puluhan一atau ratusan?一anak-anak bermasalah dikumpulkan di 1 lokasi. Mereka yang mencuri, mengkonsumsi narkoba, gemar menganiaya orang lain, melecehkan wanita, atau seperti kasusnya, mencopet, semua ada di sini. Sangat beragam, sangat variatif. Lee Haechan bahkan pernah menguping seorang penjaga memprediksi separuh dari nama-nama penghuni tempat ini akan tampil di TV beberapa tahun lagi melakukan kejahatan yang lebih brutal.

Haechan sih percaya.

Kalau mau, Haechan bisa berpura-pura ini adalah asrama putra. Maksudnya, hei, optimisme pemerintah yang berharap tabiat anak-anak ini dapat diperbaiki patut dihargai. Mereka sungguh berusaha keras. Fasilitas Juvie Korea patut dibilang tidak buruk-buruk amat.

Untuk ukuran orang-orang yang dijuluki sampah masyarakat, mereka dihadiahi tempat tidur yang layak, kelas-kelas ringan yang menjaga otak tidak berkarat (siapa bilang dipenjara membebaskanmu dari sekolah, huh?), lapangan yang sesekali boleh dipakai untuk bermain bola, dan wah, macam-macam pokoknya.

Dengan pengecualian, Haechan yakin tak ada asrama yang mewajibkannya mengenakan setelan cokelat kusam dan kamarnya berupa sel-sel besi berat.

Haechan memandang tanpa selera nampan makan siangnya hari itu. Tak sampai sejam yang lalu ia menyelesaikan tugas hariannya yang dititahkan seorang staf, yakni mengepel kamar mandi dan beberapa ruangan lain. Ia capek. Seluruh tubuhnya pegal. Haechan mendambakan makanan nikmat untuk bayarannya, tapi agaknya itu adalah mimpi yang terlampau muluk.

Sebagai gantinya mereka justru menyajikan pai buah, roti panggang berlapis mentega, dan sup jagung yang encer.

Seseorang menubruknya dari belakang. Anak itu lebih tinggi darinya, dan senyam-senyum membentuk gestur hormat. "Sorry, bro!"

Jika ada yang perlu dikatakan, Haechan memilih diam. Dia merelakan anak itu pergi dan berkonsentrasi berburu tempat untuk dirinya sendiri. Tidak ada gunanya. Dia sudah 5 hari tinggal dan pendapatnya tentang betapa sia-sia berupaya menjalin pertemanan belum berubah. Jadi dia tidak punya teman. Satu pun. Bukan masalah besar. Benar. Ia tidak butuh mereka.

Haechan bergegas duduk di kursi kosong yang tersisa, dekat pojok ruangan, dan berharap ia melebur atau menghilang saja sekalian. Sejak dijebloskan kemari, ia kehilangan minat bicara dan semangat hidupnya. Semuanya musnah; sekolahnya, kepercayaan orang tuanya, kebebasannya, cita-citanya. Sialan, cita-citanya. Dia tak memiliki apa-apa lagi untuk dipertahankan.

Malas-malasan, Haechan makan, sengaja menyisihkan rotinya. Roti dan sup rumput laut adalah musuh besarnya. Dia tidak suka. Haechan baru menelan sesuap supnya dalam damai ketika mereka muncul, empat penghuni senior yang hobi bergerombol.

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang